Chroma, Alat Simulasi Kebutaan Warna untuk Developer Game
Jakarta: Ubisoft menunjukkan komitmennya terhadap aksesibilitas dengan meluncurkan Chroma, sebuah alat simulasi kebutaan warna yang kini tersedia untuk umum secara open-source.
Terobosan ini diharapkan dapat membantu para pengembang game mensimulasikan kondisi visual yang dialami oleh jutaan orang di seluruh dunia yang menderita berbagai jenis kekurangan persepsi warna.
Dalam kenyataannya, diperkirakan ada sekitar 300 juta orang yang hidup dengan kondisi kebutaan warna, sehingga alat seperti Chroma menjadi solusi penting dalam mendesain game yang lebih inklusif.
Chroma dikembangkan dengan mengintegrasikan algoritma Color Oracle, sebuah teknologi yang memungkinkan penyajian simulasi kondisi kebutaan warna secara real time. Teknologi ini bekerja dengan menerapkan filter langsung ke layar game tanpa mengganggu performa permainan.
Hal ini berarti para pengembang bisa melihat secara instan bagaimana tampilan visual dalam game akan dirasakan oleh pemain dengan keterbatasan dalam persepsi warna. Tidak hanya itu, Chroma juga mendukung pengaturan melalui hotkeys dan memiliki overlay yang dapat dikustomisasi, memungkinkan fleksibilitas penggunaan pada layar tunggal maupun ganda.
Menurut David Tisserand, Direktur Aksesibilitas di Ubisoft, alat ini telah menjadi bagian penting dari proses pengujian internal mereka. “Selama beberapa tahun terakhir, Chroma telah terbukti menjadi alat yang sangat efisien untuk meningkatkan aksesibilitas dalam game kami,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa aksesibilitas bukanlah sebuah tujuan yang instan, melainkan sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan inovasi dan kolaborasi terus-menerus. Dengan merilis Chroma secara terbuka, Ubisoft mengajak seluruh industri untuk bersama-sama mengembangkan dan menyempurnakan alat ini agar dapat memberikan pengalaman yang lebih baik bagi para pemain yang memiliki kebutuhan khusus.
Pengembangan Chroma sendiri dimulai pada tahun 2021 oleh tim Quality Control (QC) di India. Tim tersebut menghadapi berbagai tantangan teknis, mulai dari mengatasi lag hingga mengeliminasi inakurasi dalam simulasi. Berkat kerjasama yang erat dengan para pakar aksesibilitas, mereka berhasil menciptakan solusi yang tidak hanya efisien tetapi juga mudah diintegrasikan ke dalam berbagai platform game.
QC Product Manager, Jawad Shakil, menyatakan bahwa tujuan utama dari pembuatan Chroma adalah untuk memastikan bahwa pengujian aksesibilitas bisa berjalan dengan natural dalam proses kreatif dan pengembangan game. Hal ini membuktikan bahwa inovasi untuk mendukung inklusivitas sudah menjadi salah satu prioritas utama dalam industri game masa kini.
Peluncuran Chroma sebagai proyek open-source memberikan kesempatan bagi para pengembang game di seluruh dunia untuk memberikan kontribusi langsung. Dengan mengakses kode sumber yang tersedia di GitHub, siapa saja dapat menguji, memberikan masukan, dan bahkan mengembangkan fitur-fitur baru yang mungkin diperlukan untuk meningkatkan fungsi serta keandalan alat tersebut.
Langkah ini tidak hanya memperkaya ekosistem pengembangan game, tetapi juga menjadi undangan untuk membangun komunikasi dan kolaborasi antar pengembang dalam menghadapi tantangan aksesibilitas.
Dengan memahami benar bagaimana pemain dengan keterbatasan warna melihat dunia, para pengembang dapat mendesain antarmuka dan kebutuhan visual yang lebih jelas, mudah dipahami, dan menyenangkan bagi semua kalangan.
Rilis Chroma juga berdampak positif pada persepsi publik mengenai pentingnya aksesibilitas dalam game. Bagi pemain yang selama ini sering kesulitan dalam membedakan warna tertentu, inovasi ini bisa menjadi jendela untuk mendapatkan game yang lebih responsif terhadap kebutuhan mereka.
Dengan dukungan dari komunitas pengembang global, diharapkan ke depan banyak lagi inovasi serupa yang akan terus melonjak untuk menciptakan dunia game yang benar-benar inklusif dan menyenangkan bagi semua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(MMI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar