Cara Deteksi Tsunami saat Buoy Mati Akibat Nihil Anggaran Khusus BRIN
Kamis, 02 Feb 2023 11:11 WIB
Segelintir buoy masih mengirim data ketinggian muka air laut. (Istockphoto/Augustine Fernandes)
Jakarta, CNN Indonesia --
Peneliti Teknik Kelautan di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wahyu Widodo Pandoe mengungkap masih ada cara mendeteksi gelombang tsunami saat deretan buoy tak berfungsi akibat ketiadaan anggaran khusus.
Ia menjelaskan saat ini ada enam wilayah laut yang telah dipasangi buoy, yakni di perairan Sumba, Denpasar, Malang, Cilacap, Selat Sunda, dan Bengkulu.
Sayangnya, unit-unit buoy di enam lokasi itu tak lagi memberi sinyal gelombang lantaran ketiadaan baterai.
"Lokasinya ada enam, Sumba, Denpasar, Malang, Cilacap, Selat Sunda dan Bengkulu. Dulu beroprasi ini. [Buoy di] Bengkulu terakhir [beroperasi] ya," ujar Wahyu kepada CNNIndonesia.com, Rabu (1/2).
Buoy merupakan alat terapung yang dapat mendeteksi gelombang tsunami yang diakibatkan gempa bumi bawah laut. Ia akan mengawasi dan mencatat perubahan tingkat air laut di samudera.
Perangkat dengan bentuk menyerupai tong besar yang mengambang di permukaan laut itu dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang kini sudah dilebur ke BRIN.
Ia menjelaskan satu unit Buoy bisa beroperasi di laut hingga 1 tahun sampai 18 bulan. Lebih dari itu perlu dilakukan pergantian baterai. Masalahnya, tidak ada pergantian baterai selama era kepemimpinan Laksana Tri Handoko di BRIN.
Wahyu mengatakan, Buoy terakhir beroperasi dan mengirimkan sinyal ke pusat monitoring tsunami di BRIN, Thamrin pada Agustus 2022.
"Kondisi sekarang sudah jauh dari harapan. Laporan terakhir ada yang masih reporting di bagian barat bengkulu sampai bulan Agustus 2022, itu yang terakhir dari 6 yang terpasang dari 2021," tuturnya.
Rencananya, buoy BPPT juga akan disebar di 14 titik. Namun, hal itu tak jalan lantaran ketiadaan biaya pengembangan dan perawatan Buoy yang sudah ada di lepas pantai.
"Dulu rencananya bikin 14 unit Buoy. Ada 10 operasional 4 cadangan. Jadi setiap kita datang ke lokasi angkat yang lama, ganti yang baru," ujar Wahyu.
Wahyu menceritakan teknologi Buoy itu diklaim bisa mendeteksi anomali gelombang tinggi laut, sehingga bisa memberikan peringatan dini jika terjadi tsunami.
Ia mengatakan buoy dikembangan dan diproduksi di dalam negeri. Cuma sensor akustik dan alat komunikasi saja yang merupakan hasil impor.
CBT berfungsi
Buoy merupakan bagian dari program deteksi tsunami atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang kini berada di bawah BRIN.
Di luar buoy, InaTEWS setidaknya memiliki dua metode lain untuk mendeteksi ketinggian air laut. Yakni, Indonesia Cable Based Tsunamimeter (InaCBT) dan Indonesia Coastel Acoustic Tomography (InaCAT).
Wahyu mengungkapkan deteksi tsunami masih bisa dilakukan dengan InaCBT yang masih bisa berfungsi meski tanpa anggaran khusus.
"Ini yang menjadi andalan kita, saya ikut masang dekat gunung berapi Flores dan ada juga di Labuan Bajo (NTT). Itu pakai kabel fiber optic dari dasar laut ke darat," ungkap dia.
"Untungnya ini tidak menggunakan baterai karena ini semua pakai power dari darat, dan relative free maintenance," lanjutnya.
"Yang dipasang di Labuan Bajo ini bagus, saat ini masih berjalan. Itu satu-satunya peninggalan InaTWS yang masih berfungsi," kata Wahyu.
Terkait keberpihakan anggaran ini, BRIN masih belum memberikan klarifikasi resmi kepada CNNIndonesia.com hingga berita ini diterbitkan.
(can/arh)
Komentar
Posting Komentar