Tren Social Commerce di Indonesia, Pengamat: Inovasi yang Memudahkan Penjual dan Konsumen | Garuda News 24
Tren Social Commerce di Indonesia, Pengamat: Inovasi yang Memudahkan Penjual dan Konsumen | Garuda News 24
– Jual-beli barang secara online kini makin mudah. Terlebih dengan adanya social commerce yang sedang tren di Indonesia. Sebut saja, TikTok Shop dan Facebook Marketplace, dua dari bebberapa social commerce yang dipakai para pejual dan pembeli.
Perlu diketahui, social commerce merupakan proses menjual dan atau membeli abarang dengan layanan secara langsung melalui media social. Dalam arti, dalam satu aplikasi, pengguna baik itu penjual maupun pembeli bisa menjual dan membeli tapi juga bisa membagikan aktivitasnya dalam circle-nya.
Melihat tren ini, Pengamat Ekonomi Digital, Ignatius Untung mengungkapkan, social commerce bukan hanya menguntungkan untuk penjual, tapi juga pembeli karena dianggap membantu keduanya untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai target. Bahkan dapat dikatakan, penggabungan platform media sosial dan dagang-el ini merupakan bentuk inovasi seiring dengan perkembangan teknologi.
Baca Juga: Rumah Produksi Film Porno di Jaksel Pakai Artis sampai Selebgram Jadi Pemerannya
Sehingga, memberikan pengalaman serta pilihan berbelanja yang seamless dan mudah. “Kalau memang ada inovasi untuk menggabungkan dua layanan ini di dalam satu platform dan memudahkan penjual dan konsumen, kenapa tidak?” ujar Untung baru-baru ini.
Menurut Untung, konsumen mendapat manfaat dari kehadiran social commerce. Sebab, konsumen bisa langsung mendapatkan rekomendasi produk yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan ketertarikannya.
“Mereka bisa melakukan transaksi langsung secara praktis tanpa harus berganti aplikasi,” ucapnya.
Sedangkan bagi penjual, ungkap Untung, mereka mampu mengembangkan usahanya dengan berjualan di platform social commerce. Ini pun memberikan dampak positif pada perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri.
Integrasi yang tersedia di platform social commerce memungkinkan pedagang, termasuk UMKM dengan karakteristik khusus, mendapatkan trafik penjualan melalui konten yang unik.
“Yang pada akhirnya semakin membuka peluang bisnis bagi mereka,” sambung Untung.
Untuk itu, ketika ada pandangan kalau social commerce disebut sebagai monopoli, dirinya mengungkapkan tidak sepatutnya demikian. Sebab, monopoli terjadi jika platform media sosial tersebut hanya memperbolehkan layanan pembayaran atau logistik milik mereka dan memutus kerja sama dengan pihak lain.
Pada kenyataannya, platform social commerce yang ada di Indonesia memfasilitasi beragam metode pembayaran seperti melalui kartu kredit, e-wallet hingga Cash on Delivery (COD). Begitupun dengan layanan logistik yang menggandeng pihak ketiga untuk membantu proses pengiriman barang ke konsumen, sama seperti platform dagang-el lain yang sudah hadir sebelumnya.
Komentar
Posting Komentar