Pakar Sebut Server Sirekap Terhubung ke Alibaba Singapura, KPU: Servernya di Indonesia
TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos membantah server Sirekap terhubung dengan Alibaba di Singapura. Ia membantah pernyataan Pakar telematika Roy Suryo mengungkapkan bahwa server situs pemilu2024.kpu.go.id untuk konversi suara sementara Pemilu 2024 terhubung dengan server Alibaba Cloud di Singapura
"Enggak, servernya di Indonesia," kata Betty saat ditemui di gedung KPU, Sabtu, 17 Februari 2024. Betty enggan menjelaskan lebih lanjut perihal IP address yang diduga terhubung dengan Alibaba tersebut.
Sebelumnya, Roy Suryo menyatakan keabsahan data dalam web itu perlu dipertanyakan. Saat publik meributkan C1 dengan hasil konversi di pemilu2024.kpu.go.id di situ ia mulai menelisiknya. Dari penulusurannya dia menemukan IP address 170.33.13.55. IP address itu milik perusahaan Alibaba Cloud.
Secara tekniks, kata dia, Sirekap terhubung dengan web.kpu.go.id degan IP Address 170.33.13. Saat didalami alamat web itu terhubung ke Alibaba Singapura. Adapun, laman web pemilu2024.kpu.go.id, kata dia, terhubung dengan Zhejiang Taobao Network Co., Ltd.
Roy menjelaskan, Alibaba hosting umumnya dipakai perusahaan swasta untuk e-commerce. "Jadi data-data penting pemilu kita akan campur dengan jutaan data lain dan ini berisiko bocor. Atau kalau ada gangguan server, maka data pemilu jadi terganggu," ujar dia.
Dia mengatakan bahwa banyak data e-commerce di Asia Tenggara disimpan di Alibaba. Jika data dalam server itu tercampur dengan berbagai data di luar negeri, maka data pemilih itu tidak bisa dikontrol. Termasuk data itu berpotensi disalahgunakan.
"Logikanya kita punya data penting, tapi kita tidak simpan sendiri. Kita simpan di orang lain. Artinya kita tidak akan tahu siapa saja yang akan mengakses itu," ujar dia.
Dari situ Roy mengaku terkejut karena server yang menampung data ratusan juta warga Indonesia ini terhubung langsung dengan perusahaan di Singapura tersebut. "Waduh! Kok berani-beraninya KPU mempertaruhkan data yang sangat krusial dalam kepentingan pemilu ini di luar negeri," ujarnya.
Namun data pemilih, Roy mengatakan itu data penting yang sangat penting. Bahkan dia menuding, KPU sendiri tidak mengerti soal data itu. Dalam kasus rekapitulasi sementara dan banyak data yang keliru, komisioner KPU hanya menyampaikan akan dikoreksi.
Masalah lain, KPU tak pernah sampaikan kepada publik soal lelang perusahaan yang akan menghimpun data pemilih ke Alibaba Cloud. "Sertifikasinya saja melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika. Saya terus terang mempertanyakan itu. Itu harus ada uji publik, dan kita tak pernah mendengar ada uji publik," katanya.
Uji publik itu tak hanya dilakukan di Jakarta. Hal itu harus dilakukan di semua daerah. "Satu sistem yang jalan di Jakarta belum tentu berjalan di 38 provinsi di Indonesia," ujar dia. Berikutnya operatornya harus dipertanyakan. Apakah mereka mampu mengelola data tersebut. "Operatornya belum tersertifikasi kemudian kita pertaruhkan data publik ini kepada petugas yang belum tersertifikasi?"
Sehingga hal itu berdampak pada penghitungan suara sementara yang dipublikasi melalui web KPU tersebut. "Yang terjadi sekarang kan begitu, angka 1 berubah menjadi 4, 78 berubah menjadi 780. Itu karena sistem dan orang (pengelola) tidak tersertivikasi," kata dia.
Dia mengatakan, bahwa sistem yang dipakai Sirekap mengunggah C1 plano, penghitungan suara pemilih itu sudah kuno. Meski berbasis optical character recognizer (OCR) dan optical mark reader (OMR) itu bukan hal baru. Embrio dari perangkat itu sudah ada semenjak 1914.
"Ironisnya KPU tak bisa memanfaatkan secara maksimal, bahkan bisa dibilang asal-asalan dan menimbulkan banyak kesalahan teknis," tutur dia. Kesalahan teknis itu dibuktikan dengan adanya jumlah suara C1 tak sesuai dengan hasil konversi melalui pemilu2024.kpu.go.id.
Dia mengatakan, dari kasus konversi penghitungan suara yang dikritik banyak orang diduga ada unsur pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif. Sehingga ada penambahan suara pada pasangan calon tertentu.
Pilihan Editor: Ganjar Sebut Megawati Belum Instruksikan untuk Berkoalisi dengan Anies-Muhaimin
Komentar
Posting Komentar