Starlink Direct to Cell Dinilai Belum Bisa Diterapkan di Indonesia, Ini Sebabnya
Jakarta: Pengamat Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joseph Matheus Edward mengatakan kekhawatiran munculnya
Starlink direct to celldapat mengganggu ekosistem telekomunikasi yang telah ada tidak sepenuhnya benar. Sebab, keduanya bisa saling melengkapi, bahkan layanan
direct to celltidak bisa menggunakan gawai pada umumnya.
"Saat ini belum bisa, karena handphone yang dirancang itu memang untuk LTE atau 4G, atau 5G. Arah antenanya bukan ke atas ke arah satelit tetapi ke BTS. Jadi kalau menggunakan layanan satelit itu berbeda," kata Ian dalam tayangan Metro TV, Senin, 10 Juni 2024.
Ian menyebut sesungguhnya saat ini belum terbentuk ekosistem direct to cell yang baik di Indonesia. Hal ini karena gawai yang beredar belum memiliki teknologi untuk tersambung ke satelit secara langsung.
Pada dasarnya, Ian menyebut
Starlinkdirect to cell secara fungsi baik untuk daerah kepulauan. Ia mengatakan keterjangkauannya sangat besar, Starlink sendiri akan meluncurkan 100 satelit di Indonesia, dan hal itu akan berdampak baik.
Ian menjelaskan pemerintah harus memperhatikan regulasi perizinan dengan adil. Starlink membutuhkan izin pita frekuensi radio yang disebut isa 200 kali lipat yang dibayarkan ke negara dibanding izin stasiun radio.
"Tergantung nanti perlakuan yang sama saja, beban regulasinya harus sama antara Starlink dan pihak operator seluler," beber Ian.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(AGA)
Komentar
Posting Komentar