Langsung ke konten utama

Sidang Dugaan Kasus Monopoli Resmi Dimulai KPPU, Ini Pembelaan Google Indonesia - suara

 

Sidang Dugaan Kasus Monopoli Resmi Dimulai KPPU, Ini Pembelaan Google Indonesia

Ilustrasi Kantor Google. [Cristina Aldehuela/AFP]

Suara.com - Google buka suara usai Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) resmi memulai sidang dugaan kasus monopoli di Indonesia. Perusahaan asal Amerika Serikat itu mengaku siap bekerja sama dengan KPPU.

Kunal Soni selaku Director Google Play APAC Scaled Partner Management & Ecosystem Partnerships mengatakan kalau KPPU saat ini sedang meninjau operasi Google Play, sebuah toko online untuk menemukan aplikasi, game, film, acara TV, buku, dan konten lainnya.

"Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat ini sedang meninjau operasi Google Play dan kami menyambut baik kesempatan untuk berkolaborasi dengan KPPU, sambil menunjukkan transparansi dan pilihan yang Android dan Play tawarkan bagi para pengembang dan pengguna, sekaligus menjelaskan bagaimana platform kami telah mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia," katanya, dikutip dari blog resmi Google Indonesia, Minggu (7/7/2024).

Ia mengklaim kalau sistem penagihan Google Play memungkinkan pengembang Indonesia untuk bertransaksi secara aman dan lancar dengan pengguna di lebih dari 190 negara di seluruh dunia.

Baca Juga: Apa Itu GetApps di HP Xiaomi? Apa Bedanya dengan Google Play Store?

Kunal Soni menyebut kalau Google Play juga bekerja sama dengan berbagai penyedia layanan pemrosesan pembayaran milik perusahaan Indonesia seperti e-Wallet Dana dan GoPay, hingga pulsa operator dari Indosat dan Telkomsel.

Bahkan, lanjut dia, konsumen Indonesia memiliki banyak cara untuk membayar dalam aplikasi di Google Play.

"Faktanya, Indonesia adalah salah satu negara pertama tempat Google Play melakukan uji coba sistem bagi pengguna untuk memilih antara sistem penagihannya dan sistem penagihan alternatif pilihan pengembang," paparnya.

Kunal Soni menuturkan kalau biaya layanan Google Play juga yang terendah di antara platform distribusi aplikasi besar lain. Menurutnya, sebagian dari biaya layanan yang dikenakan pada transaksi barang atau jasa digital dalam aplikasi di Google Play digunakan untuk mendanai pengembangan Android dan Google Play.

"Model ini adalah model yang masuk akal dan bijaksana. Kami hanya mendapatkan penghasilan ketika pengembang berhasil menjual produk mereka. Dengan demikian, kepentingan kami selaras dengan pengembang, dan kami memiliki insentif kuat untuk terus berinvestasi dalam meningkatkan platform, sehingga pengembang dapat lebih mudah memonetisasi aplikasi dan menjangkau pengguna di seluruh dunia," urai dia.

Baca Juga: Takut Tersesat? Begini Cara Berbagi Lokasi Real Time di Google Maps

Kunal melanjutkan, sekitar 97 persen developer tidak perlu membayar biaya layanan apa pun. Bagi yang dikenakan biaya layanan, 99 persen memenuhi syarat untuk biaya layanan 15 persen atau kurang.

"Selama ini, biaya kami terus turun seiring waktu, bahkan ketika manfaat yang kami berikan kepada pengembang meningkat," imbuhnya.

Pada tahun 2023, Kunal menyebut kalau Google sukses mencegah 2,28 juta aplikasi yang melanggar kebijakan di Google Play. Hal itu dilakukan berkat bantuan fitur keamanan dan sinyal berdukungan teknologi AI untuk mendeteksi dan menghapus aplikasi berisiko.  

"Kami terus memperkuat proses pemeriksaan, orientasi, dan peninjauan pengembang untuk lebih melindungi pengguna dari pelaku kejahatan, seperti dengan meminta lebih banyak informasi identitas saat pengembang membuat akun Google Play," katanya.

Google Play Protect, alat pertahanan malware buatan perusahaan, turut memindai miliaran aplikasi setiap hari di miliaran perangkat Android. Menurutnya, ini untuk menjaga keamanan pengguna dari ancaman seperti malware dan software yang tidak diinginkan, baik aplikasi diinstal dari Google Play atau bukan.

Selain itu, dia juga memamerkan kalau Google Play terus berinvestasi besar untuk mendukung pengembang di setiap tahap perjalanan aplikasi, menyediakan berbagai alat dan fitur untuk membantu meluncurkan dan mengembangkan bisnis yang sukses.

Bahkan setelah aplikasi terpasang, Google Play memberikan dukungan berkelanjutan kepada pengembang dengan memfasilitasi pembaruan aplikasi secara berkala dan memperkuat keamanan aplikasi sekaligus memberikan alat bantu canggih yang membantu pengembang untuk meningkatkan interaksi dan mempertahankan pengguna.

Selain itu, ucapnya, perusahaan terus memberdayakan developer aplikasi dan game Indonesia melalui berbagai inisiatif lokal seperti Google Play Academy Study Jam dan program Google Play-Unity Game Developer Training.

"Kami juga menyediakan koleksi khusus “Made in Indonesia” di Google Play, mendukung mereka untuk membangun bisnis yang sukses," klaim dia.

Kunal turut menyinggung sang pesaing, iOS milik Apple. Menurutnya, HP Android di Indonesia secara bawaan sudah dilengkapi dengan dua atau lebih platform distribusi aplikasi. Pengguna pun dapat menginstal platform distribusi aplikasi lain jika mereka mau.

Sementara itu para pengembang juga dapat mendistribusikan aplikasi langsung dari situs web mereka ke pengguna Android tanpa melalui platform distribusi aplikasi, melalui proses yang disebut sideloading.

Lebih lanjut dia menyebut kalau Android dan Google Play memberikan lebih banyak pilihan dan keterbukaan dibandingkan platform distribusi aplikasi besar lainnya dan merupakan model yang baik bagi developer dan konsumen Indonesia.

"Kami akan terus berusaha mewujudkan platform yang memungkinkan kami melindungi keamanan pengguna, bermitra dengan pengembang  untuk mengembangkan bisnis mereka, dan menjaga ekosistem Android tetap sehat dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia," pungkasnya.

Kasus monopoli Google di Indonesia

KPPU resmi memulai sidang dugaan kasus monopoli Google Indonesia pada 28 Juni 2024 lalu lewat Sidang Perkara No. 03/KPPU-I/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Penerapan Google Play Billing System.

Mengutip siaran pers KPPU, investigator menyampaikan bahwa telah terdapat cukup bukti atas terjadinya pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 oleh Google LLC sebagai Terlapor khususnya ketentuan yang diatur dalam Pasal 17, 19 huruf a dan huruf b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a dan huruf b.

"Google LLC yang dalam sidang diwakili oleh Kuasa Hukumnya, diduga telah mewajibkan perusahaan yang mendistribusikan aplikasinya melalui Google Play Store menggunakan Google Play Billing (GPB) System dan memberikan sanksi apabila tidak patuh dengan menghapus aplikasi tersebut dari Google Play Store," tulis KPPU dalam siaran pers.

GBP adalah metode atau pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchases) yang didistribusikan di Google Play Store di Indonesia. Atas penggunaan GBP tersebut, Google mengenakan tarif layanan/fee kepada aplikasi sebesar 15-30 persen dari pembelian.

Berbagai jenis aplikasi yang dikenakan penggunaan GPB tersebut meliputi

1. Aplikasi yang menawarkan langganan (seperti pendidikan, kebugaran, musik, atau video)
2. Aplikasi yang menawarkan digital items yang dapat digunakan dalam permainan/gim
3. Aplikasi yang menyediakan konten atau kemanfaatan (seperti versi aplikasi yang bebas iklan)
4. Aplikasi yang menawarkan cloud software and services (seperti jasa penyimpanan data, aplikasi produktivitas, dan lainnya)

Menurut tuntutan, kebijakan penggunaan GPB tersebut mewajibkan aplikasi yang diunduh dari Google Play Store harus menggunakan GPB sebagai metode transaksinya. Penyedia konten atau pengembang (developer) aplikasi wajib memenuhi ketentuan yang ada dalam GPB tersebut.

"Google juga tidak memperbolehkan penggunaan alternatif pembayaran lain di GPB. Kebijakan penggunaan GPB tersebut efektif diterapkan pada 1 Juni 2022," lanjut KPPU.

Bagi aplikasi yang tidak mematuhi kebijakan tersebut akan dihapus oleh Google Play Store. Padahal Google Play Store sendiri merupakan platform distribusi aplikasi terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 93 persen.

"Sehingga, atas beberapa kebijakan yang diberlakukan oleh Google LLC tersebut Investigator menganalisa adanya dampak terhadap persaingan usaha. Investigator juga menyebut bahwa akibat perilaku Google LLC melalui kebijakan-kebijakannya, menimbulkan hambatan pasar jasa penyediaan pembayaran, hilangnya pilihan pembayaran bagi konsumen, serta adanya penurunan pendapatan developer Indonesia yang dibarengi dengan kenaikan pendapatan Terlapor," tandas KPPU.

Load More

Baca Juga

Komentar

Baca Juga (Konten ini Otomatis dan tidak dikelola oleh kami)