BRIN Terbangkan Balon Radiosonde Buat Pantau Cuaca dan Iklim RI

-
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menerbangkan balon radiosonde untuk membantu pemantauan cuaca dan iklim nasional. Balon tersebut memungkinkan pengumpulan data cuaca yang akurat dan real-time.
Fungsi utama dari balon radiosonde di antaranya untuk mengukur suhu, kelembaban, tekanan udara, kecepatan dan arah angin, memprediksi cuaca dan perubahan iklim, mendukung penelitian ilmiah dan pengembangan teknologi, serta meningkatkan keselamatan penerbangan dan navigasi.
BRIN melalui Pusat Riset Iklim dan Atmosfer bekerja sama dengan Rish Kyoto University dan University of Colorado Amerika melakukan peluncuran balon radiosonde bertajuk 'Riset Dinamika Atmosfer Equatorial di KSL Stasiun Bumi dan Observasi Agam', pada Senin-Jumat, 6-17 Januari 2025 di Kototabang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Periset Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Noersomadi menjelaskan tujuan kegiatan ini adalah untuk mengukur turbulensi di lapisan tropoposfir, seperti temperatur, tekanan udara, kelembapan udara serta kecepatan angin di ketinggian tropopause sekitar 16-19 KM.
KSL Stasiun Bumi Agam Kototabang sendiri telah menjadi lokasi strategis untuk pengamatan cuaca dan iklim selama beberapa dekade. Balon radiosonde BRIN Kototabang memainkan peran penting dalam meningkatkan akurasi prediksi cuaca dan memahami perubahan iklim. Teknologi ini mendukung pengembangan pertanian, perencanaan sumber daya alam, dan keselamatan masyarakat serta meningkatkan keselamatan penerbangan dan navigasi.
"Penelitian ini dilengkapi dengan peralatan seperti antena penerima gelombang sinyal, sensor radiosonde yang diikat ke balon yang berisi gas hidrogen yang akan diluncurkan dengan gelombang radio untuk menangkap signal yang terhubung ke komputer," jelas Noersomadi dikutip dari laman BRIN, Jumat (24/1/2025).
Menurut Noersomadi penelitian di Kototabang menarik dan unik dikarenakan adanya Radar Equatorial (EAR) untuk mengukur profil angin dan turbulence di ketinggian per 150 meter.
Sedangkan pengukuran pengamatan balon radiosonde akan lebih detail setiap 5 meter/detik dengan sensor yang dibawa oleh balon, sehingga data yang dihasilkan lebih akurat dan real time. Peluncuran sendiri dijadwalkan pada malam hari karena untuk menghindari sinar matahari.
Sementara itu, Peneliti University Of Colorado, Abhiram Doddi menyebutkan pihaknya berada di sana untuk mempelajari lapisan tropopause turbulen di daerah tropis.
"Kami akan menggunakan balon cuaca Vaisala serta menggabungkan data dengan pengamatan radar atmosfer dan instrumen penerbangan tinggi dari Universitas Colorado. Kegiatan ini sangat penting karena akan membantu memahami sumber turbulensi kuat di tropopause garis lintang khatulistiwa," jelasnya.
Menurutnya, lokasi Kototabang sangat strategis untuk memahami fenomena yang terjadi di dekat jalur khatulistiwa. Selama 10-12 hari, Abhiram dan tim akan meluncurkan 10 balon cuaca dan 4 pengamatan partikel CPS. Namun, mereka menghadapi tantangan, seperti perilaku balon yang berbeda di daerah tropis, suhu yang lebih dingin, dan cuaca yang kurang dapat diprediksi.
"Kami harus siap menghadapi pecahnya balon lebih awal dari perkiraan. Namun, kami sangat senang dengan dukungan fasilitas dan staf yang lengkap dan kooperatif," ungkap Abhiram.
Disampaikan Abhiram berharap dapat memperluas pengetahuan tentang lapisan tropopause turbulen dan kontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan.
(agt/fay)
Komentar
Posting Komentar