Drone Angkut Jadi Alternatif Baru untuk Wilayah Terpencil Indonesia - metrotv
Drone Angkut Jadi Alternatif Baru untuk Wilayah Terpencil Indonesia

Jakarta: Distribusi logistik dan evakuasi medis di wilayah terpencil Indonesia masih menjadi tantangan besar. Dengan kondisi geografis yang terdiri dari ribuan pulau, banyak daerah belum terjangkau infrastruktur dasar, termasuk moda transportasi konvensional. Dalam konteks ini, sebuah inovasi teknologi buatan anak bangsa menarik perhatian di ajang Indo Defence 2025.
Drone angkut Rajawali Cargo 500 UAV yang diperkenalkan oleh perusahaan teknologi pertahanan dalam negeri, PT Bhinneka Dwi Persada, dirancang dengan kemampuan VTOL (vertical take-off and landing), memungkinkan lepas landas secara vertikal seperti helikopter dan melanjutkan terbang horizontal seperti pesawat biasa.
Kemampuan ini krusial bagi kawasan yang tak memiliki landasan pacu, seperti daerah pegunungan, pulau kecil, atau hutan lebat.
"Pesawat ini menggunakan bahan bakar solar dan dapat digunakan untuk membawa logistik atau mengevakuasi korban dari satu titik ke titik lain," ujar Palma Henfibiant Putra, selaku owner dari perusahaan pengembang utama drone ini, yang dikutip, Minggu, 15 Juni 2025.
Menurutnya, teknologi ini dapat menjadi solusi realistis untuk mendukung operasi militer di daerah berisiko tinggi, seperti wilayah konflik yang rawan tembakan terhadap helikopter. Dalam situasi non-militer, drone ini juga dinilai potensial untuk mendukung distribusi bantuan medis, evakuasi pasien, hingga pengiriman pupuk atau logistik ke desa-desa tanpa akses jalan darat.
"Drone bisa menjadi opsi yang lebih aman dan hemat biaya dibandingkan helikopter. Ini soal keselamatan personel dan efisiensi logistik," lanjut Palma.
Drone ini memiliki kapasitas angkut hingga 250 kilogram dan jangkauan terbang sekitar 100 kilometer. Di negara kepulauan seperti Indonesia, kemampuan ini menawarkan alternatif nyata bagi wilayah yang selama ini terisolasi akibat keterbatasan akses.
Selain Rajawali Cargo 500 UAV, pengembangnya juga tengah merancang sejumlah perangkat lain seperti pusat komando bergerak, drone sasaran tembak untuk latihan pertahanan udara, dan hovercraft untuk patroli di rawa, sungai, serta pantai. Menurut perwakilan pengembang, berbagai solusi ini dikembangkan untuk menjawab kebutuhan mobilitas di medan ekstrem.
“Negara kepulauan seperti Indonesia menghadapi banyak keterbatasan akses, dan solusi transportasi multifungsi menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindari,” kata M. Henry Sertianingtyas, CEO dari perusahaan tersebut.
Walau belum digunakan secara luas, kehadiran drone angkut ini menjadi sinyal penting. Industri pertahanan nasional mulai bergerak tak hanya dalam konteks senjata dan taktik tempur, tetapi juga dalam menjawab persoalan logistik dan akses publik.
Teknologi seperti ini akan memiliki arti strategis, jika mampu dibarengi dengan kebijakan yang berpihak pada wilayah terluar dan masyarakat terdampak keterisolasian.