Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Ingin Cepat Kaya? Kerja, Jangan Judi - Kumpulan Informasi Teknologi Hari ini, Setiap Hari Pukul 16.00 WIB
    Home Featured Game Roblox

    Cerita Orang Tua dan Pemain Usai Heboh Pemerintah Minta Anak-Anak Tak Main Game Roblox - Liputan6

    5 min read

     

    Cerita Orang Tua dan Pemain Usai Heboh Pemerintah Minta Anak-Anak Tak Main Game Roblox

    Pemerintah melalui Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti melarang anak-anak bermain Roblox.

    oleh Supriatin Diperbarui 06 Agu 2025, 16:27 WIB
    Roblox
    Roblox (screenshot Google Play Store)

    Advertisement

    • Pemerintah melarang Roblox karena konten kekerasan dan ucapan kasar.
    • Anak-anak berisiko meniru aksi dalam game, termasuk kekerasan.
    • Orang tua lega dan mendukung larangan Roblox untuk anak.

    Liputan6.com, Jakarta- Game Roblox kini menjadi sorotan. Meski populer di kalangan anak-anak, pemerintah justru melarang permainan virtual 3D interaktif itu dimainkan oleh pelajar. Alasannya cukup serius. Kekerasan dan ucapan kasar yang ditemukan dalam game tersebut dinilai dapat mengganggu tumbuh kembang anak.

    Larangan ini disampaikan langsung oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, saat mengunjungi kegiatan Cek Kesehatan Gratis (CKG) di SDN Cideng 02, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025). Dalam dialognya dengan para siswa, Mu’ti mengimbau anak-anak untuk menjauhi game yang mengandung konten negatif.

    BACA JUGA:

    “Jangan nonton yang tidak berguna, ya. Nah, yang main blok-blok (Roblox) tadi itu jangan main yang itu ya, karena itu tidak baik,” ucap Mu’ti di hadapan para siswa.

    Menurutnya, anak-anak belum memiliki kemampuan berpikir kritis untuk membedakan mana dunia nyata dan mana yang hanya rekayasa digital. Hal ini berisiko membuat mereka meniru aksi-aksi dalam game, termasuk kekerasan yang kerap muncul di Roblox.

    "Kadang-kadang mereka meniru apa yang mereka lihat, sehingga praktik kekerasan yang ada di berbagai game itu bisa memicu kekerasan dalam kehidupan sehari-hari anak," katanya.

    Larangan bermain Roblox bagi anak-anak ini tak hanya memantik perhatian publik, tapi juga memicu gelombang reaksi dari para orang tua. Banyak di antaranya yang justru merasa larangan ini jadi semacam 'penguat' atas keraguan mereka selama ini.

    Lega Setelah Anak Dilarang Main Roblox

    Yati (33), seorang ibu rumah tangga, mengaku terkejut sekaligus lega mendengar larangan tersebut. Dia sudah sejak lama merasa bimbang mengizinkan anaknya, yang kini berusia enam tahun, bermain Roblox. Apalagi setelah mendengar banyak kabar soal kekerasan dalam game itu.

    “Setahun lalu saya ragu, karena info yang beredar katanya banyak kekerasan. Tapi karena teman-teman sekolah anak saya juga main Roblox, akhirnya saya izinkan,” ungkap Yati.

    Meski begitu, Yati selama ini menerapkan aturan tegas di rumah. Anak hanya boleh menonton atau bermain game saat akhir pekan, dan itu pun dibatasi maksimal tiga jam.

    Setelah pemerintah secara terbuka melarang Roblox, Yati pun mantap mengambil sikap. Dia memastikan akan melarang anaknya kembali menyentuh game tersebut.

    “Pasti saya larang. Sekarang tinggal cari game lain yang lebih edukatif dan sesuai umur,” ujarnya.

    Advertisement

    Dukung Larangan Anak Main Roblox

    Tak hanya Yati, Irva (33) juga menyambut positif larangan anak-anak bermain Roblox. Sejak awal, Irva memang tidak pernah mengizinkan anaknya menyentuh game itu.

    Kekhawatirannya berakar dari banyaknya informasi soal efek buruk yang ditimbulkan, terutama terkait pelecehan seksual dalam game tersebut.

    “Banyak berita yang saya lihat tentang dampak negatif Roblox, seperti adanya pelecehan seksual dan hal-hal lain yang tidak pantas,” ungkap Irva tegas.

    Menurutnya, Roblox bukan sekadar game yang tak sesuai dengan nilai pendidikan anak, tapi juga sarat risiko. Mulai dari konten-konten tidak layak, hingga potensi kecanduan yang bisa mengganggu tumbuh kembang anak.

    “Anak-anak harus diarahkan pada permainan yang lebih mendidik dan aman. Saya berharap larangan ini bisa jadi langkah awal menciptakan ruang digital yang lebih sehat untuk generasi mendatang,” tambahnya.

    Seperti Yati, Irva juga membatasi penggunaan gadget bagi anaknya. Anak hanya diperbolehkan menggunakan ponsel saat akhir pekan, dengan durasi maksimal satu hingga dua jam.

    “Tontonan anak juga kami batasi hanya pada YouTube yang sudah kami filter dengan ketat,” jelasnya.

    BACA JUGA:

    Banyak Player Roblox yang Toxic

    Dani (19) mengaku pernah cukup lama menjajal Roblox, namun kini memilih berhenti. Alasannya bukan karena gameplay yang buruk, melainkan pengalaman buruk dengan sesama pemain. Menurutnya, komunitas Roblox kini dipenuhi player toxic, obrolan kasar, bahkan aksi pelecehan verbal.

    “Anak-anak yang main Roblox juga kebanyakan toxic. Makanya malas main lagi,” ujar Dani.

    Dani menilai, salah satu kelemahan utama dari Roblox adalah tidak adanya batasan umur yang jelas. Siapa pun bisa membuat akun dan memainkan game tersebut, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Parahnya, anak-anak pun bisa berpura-pura menjadi orang dewasa.

    Dia pun pernah mengalami pengalaman yang cukup mengejutkan. Tahun lalu, Dani sempat akrab dengan seorang player perempuan yang mengaku berusia 20 tahun. Hubungan virtual itu membuat keduanya sepakat bertemu di dunia nyata. Tapi betapa terkejutnya Dani saat tahu, player tersebut ternyata masih anak-anak.

    “Awalnya kelihatan dewasa saat ngobrol. Eh pas ketemu, ternyata masih kecil,” kata Dani, mengenang.

    Tak hanya itu, Dani juga sering menemukan banyak percakapan yang mengandung kata-kata kasar hingga pelecehan verbal dalam game. Baginya, ini jelas bukan lingkungan yang sehat, terutama bagi anak-anak yang belum bisa memilah mana yang pantas dan tidak.

    Kini, Dani memilih meninggalkan Roblox dan mencari game lain yang lebih edukatif dan menghibur.

    “Sebenarnya gamenya bagus, tapi player-nya enggak bener. Bukan saling berteman, malah nyari keuntungan dari pemain lain. Saya dukung banget larangan dari Mendikdasmen. Biar anak-anak main game yang lebih sehat,” tegasnya.

    Advertisement

    Komentar
    Additional JS