Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Ingin Cepat Kaya? Kerja, Jangan Judi - Kumpulan Informasi Teknologi Hari ini, Setiap Hari Pukul 16.00 WIB
    Home ChatGPT Featured Kecerdasan Buatan Kesehatan

    Pria Ini Alami Halusinasi Parah Usai Terapkan Saran Diet dari ChatGPT - Kompas

    6 min read

     Kesehatan 

    Pria Ini Alami Halusinasi Parah Usai Terapkan Saran Diet dari ChatGPT



    KOMPAS.com - Seorang pria berusia 60 tahun menderita kondisi langka usai menerima saran diet dari chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI), ChatGPT.

    Hal tersebut dilaporkan dalam sebuah studi kasus yang diterbitkan dalam jurnal Annals of Internal Medicine pada 5 Agustus 2025.

    Dikutip dari The Guardian, Selasa (12/8/2025), studi tersebut ditulis oleh tim ilmuwan dari University of Washington, Seattle, Washington, Amerika Serikat.

    Saran diet dari ChatGPT itu membuat korban meracuni dirinya sendiri hingga mengalami gangguan mental parah.

    56 Tewas Akibat Banjir Bandang di Kashmir Wilayah India, 80 Lainnya Hilang

    Namun, studi tersebut tidak mengungkapkan identitas korban, lokasi, dan waktu peristiwa itu terjadi.

    Baca juga: Mengenal Dark AI yang Jadi Ancaman Serius bagi Dunia Digital

    Halusinasi akibat konsumsi natrium bromida

    Cerita ini bermula ketika korban memutuskan untuk menghilangkan garam dari pola makannya.

    Pria itu kemudian meminta ChatGPT untuk mencari alternatif pengganti garam.

    ChatGPT kemudian menyarankan natrium bromida, senyawa yang secara historis digunakan dalam industri farmasi dan manufaktur.

    Pria itu lantas membeli natrium bromida sesuai saran ChatGPT dan menggunakannya sebagai pengganti garam meja selama tiga bulan.

    Baca juga: Pakar Sebut AI Bikin Gelar Sarjana Ketinggalan Zaman, Ini Pekerjaan yang Terdampak

    Akibatnya, ia mengalami delusi paranoid dan segera dilarikan di ruang gawat darurat rumah sakit. Padahal, dia sebelumnya tidak mempunyai riwayat masalah kesehatan mental.

    Pria itu justru meyakini bahwa tetangganya yang telah meracuni dirinya, sehingga enggan menerima air dari rumah sakit, meski ia sendiri merasakan haus yang ekstrem.

    Dia terus mengalami peningkatan paranoia, serta menderita halusinasi pendengaran dan penglihatan.

    Pria tersebut akhirnya ditempatkan dalam ruang psikiatri secara paksa setelah sempat mencoba melarikan diri selama perawatan.

    Baca juga: Kurir di India Manfaatkan AI untuk Layani Pelanggan Berbahasa Inggris

    Menderita kondisi bromisme

    Dilansir dari USA Today, Rabu (13/8/2025), dokter menyebutkan, pria itu menderita keracunan bromida atau dikenal juga sebagai bromisme.

    Kondisi itu dapat menyebabkan gejala neurologis dan psikiatris, serta jerawat dan angioma ceri (benjolan pada kulit), kelelahan, insomnia, ataksia ringan (kecanggungan), dan polidipsia (haus berlebihan).

    Baca juga: Ikuti Tips Kesehatan ChatGPT, Pria Ini Masuk IGD dan Opname 3 Minggu

    Gejala lain dari bromisme dapat meliputi mual dan muntah, diare, kejang, kantuk, sakit kepala, lemas, penurunan berat badan, kerusakan ginjal, kegagalan pernapasan, dan koma.

    Pada zaman dahulu, kondisi bromisme ini jauh lebih umum, karena garam bromida mudah ditemui dalam produk sehari-hari.

    Namun, saat ini, garam bromida digunakan dalam obat-obatan tanpa resep, sering kali menyebabkan gejala neuropsikiatri dan dermatologis.

    Pria itu kemudian dirawat di rumah sakit selama tiga minggu dan gejalanya secara bertahap membaik.

    Baca juga: Politisi Inggris Ciptakan Chatbot AI Kloningan Dirinya untuk Dengar Keluhan Warga

    Tanggapan ChatGPT

    Perusahaan OpenAI menegaskan, ChatGPT tidak bisa digunakan sebagai saran kesehatan.

    “Syarat dan ketentuan kami menyatakan bahwa ChatGPT tidak dimaksudkan untuk digunakan dalam pengobatan kondisi kesehatan apa pun, dan bukan pengganti nasihat profesional,” terang OpenAI.

    “Kami memiliki tim keamanan yang bekerja untuk mengurangi risiko dan telah melatih sistem AI kami untuk mendorong orang mencari bimbingan profesional,” imbuhnya.

    Baca juga: Jalani Pengobatan Baru, Pasien Kanker Otak Alami "Kesembuhan"

    Sementara, studi yang meneliti kasus itu menyebutkan, AI berisiko memberikan informasi tanpa konteks.

    ChatGPT dan sistem AI lainnya juga bisa menghasilkan ketidakakuratan ilmiah, dengan tidak memiliki kemampuan untuk membahas hasil secara kritis.

    Hal tersebut pada akhirnya akan mengakibatkan penyebaran informasi yang salah kepada para penggunanya.

    Baca juga: Chatbot AI Kalahkan 30 Matematikawan Top Dunia, Jawab Soal yang Belum Terpecahkan

    Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!

    Pertemuan Trump-Putin, Berapa Banyak Wilayah yang Dicaplok Rusia di Ukraina?

    Komentar
    Additional JS