Amnesty Soroti Ketergantungan Pakistan pada Teknologi Pengawasan Tiongkok, Privasi Warga Terancam - Tribunnews.com
Amnesty Soroti Ketergantungan Pakistan pada Teknologi Pengawasan Tiongkok, Privasi Warga Terancam - Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketergantungan Pakistan pada teknologi pengawasan Tiongkok menimbulkan sorotan tajam.
Amnesty International dalam laporan terbarunya menyebut perkembangan ini sebagai tanda dimulainya era baru otoritarianisme digital, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai kebebasan sipil, kedaulatan nasional, dan keselarasan geopolitik.
Dikutip dari Daily Mirror, Senin (15/9/2025), Amnesty menyoroti luasnya penggunaan perangkat pengawasan ini dan menyebutnya sebagai contoh pengawasan negara paling komprehensif di luar Tiongkok.
Laporan tersebut menuding badan intelijen Pakistan kini mampu memantau jutaan warga melalui sistem penyadapan telepon canggih dan firewall internet yang menyensor media sosial, sekaligus memeriksa lalu lintas daring.
Infrastruktur pengawasan yang dibangun dengan teknologi Tiongkok dan Barat itu dinilai mengekang perbedaan pendapat serta mempercepat represi politik, terutama terhadap kebebasan berbicara dan oposisi.
Amnesty menegaskan, sorotan ini penting karena Pakistan terus bergulat dengan menyusutnya ruang kebebasan politik dan media sejak militer menjauhkan diri dari mantan Perdana Menteri Imran Khan, yang berpuncak pada pemenjaraannya.
Laporan juga merujuk pada kasus hukum tahun 2024 yang diajukan oleh Bushra Bibi, istri Imran Khan, setelah percakapan telepon pribadinya bocor ke ruang publik.
Insiden itu dianggap sebagai simbol dari erosi privasi yang lebih luas di Pakistan.
Di inti rezim pengawasan Pakistan terdapat dua sistem utama: Lawful Interception Management System (LIMS) dan Web Monitoring System 2.0 (WMS).
LIMS memungkinkan penyadapan panggilan telepon dan pesan teks, sementara WMS memantau serta menyaring lalu lintas internet dengan kemampuan memblokir hingga dua juta sesi aktif secara bersamaan.
Keduanya beroperasi secara paralel, memungkinkan pihak berwenang menyadap komunikasi sekaligus membatasi akses ke situs web dan platform media sosial.
Ekspansi Pengawasan
Ahli teknologi Amnesty, Jurre van Berge, menekankan bahwa jumlah ponsel yang sebenarnya diawasi bisa jauh lebih tinggi, mengingat semua operator telekomunikasi besar telah diperintahkan untuk terintegrasi dengan sistem LIMS.
Tindakan keras ini tidak terbatas pada pemantauan pasif.
Pada Juli 2024, pemerintah Pakistan memblokir lebih dari dua lusin kanal YouTube, banyak di antaranya milik jurnalis dan pengkritik pemerintah.
Islamabad juga memperkenalkan amandemen terhadap Undang-Undang Kejahatan Elektronik dan membentuk otoritas regulasi media sosial baru dengan kewenangan investigasi sekaligus pengadilan.
Langkah tersebut bertepatan dengan pemblokiran lebih dari 650.000 tautan web dan pemadaman internet berkelanjutan di wilayah seperti Balochistan, yang selama bertahun-tahun sudah menghadapi pembatasan digital ketat.
Menurut Freedom House, sedikitnya 18 negara, termasuk Pakistan, Zimbabwe, Uzbekistan, dan Kenya, telah mengadopsi sistem pemantauan cerdas.
Selain itu, 36 negara tercatat menerima pelatihan dalam “bimbingan opini publik”—eufemisme untuk penyensoran.
Pada November 2024, Al Jazeera melaporkan bahwa Pakistan telah meluncurkan firewall internet nasional.
Firewall senilai 20 hingga 30 miliar rupee (setara 72–107 juta dolar AS) itu diuji coba pada pertengahan Juli dan sempat menimbulkan gangguan luas pada layanan internet, terutama WhatsApp. (*)