Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Ingin Cepat Kaya? Kerja, Jangan Judi - Kumpulan Informasi Teknologi Hari ini, Setiap Hari Pukul 16.00 WIB
    Home Featured Golkar Ojek Online

    Fraksi Golkar Komitmen Kawal Perlindungan Ojol dalam Regulasi - SINDOnews

    3 min read

     

    Fraksi Golkar Komitmen Kawal Perlindungan Ojol dalam Regulasi

    Selasa, 30 September 2025 - 19:07 WIB


    Komunitas pengemudi ojek online (Ojol) Jawa Tengah menemui Ketua Fraksi Partai Golkar DPR M Sarmuji di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Foto/Ist
    A
    A
    A
    JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Golkar DPR M. Sarmuji menegaskan komitmen Fraksi Golkar mengawal perlindungan hukum dan kepastian regulasi bagi pekerja ojek online di Indonesia. Hal ini disampaikan usai menerima audiensi komunitas pengemudi ojek online (Ojol) Jawa Tengah.

    Mereka dipimpin dan dikawal oleh Associate Professor Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota (DPWK) Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (Undip), Okto R. Manullang di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

    Baca juga: MTI Jakarta: Intervensi Pemerintah Mestinya Bukan Pangkas Margin Aplikator Ojol

    Komunitas pengemudi ojol Jawa Tengah dan Okto R. Manullang diantar langsung oleh Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah M. Soleh dan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jawa Tengah Feri Wawan Cahyono untuk beraudiensi dengan Fraksi Partai Golkar DPR.



    Di pihak Fraksi Partai Golkar DPR turut mendampingi Sarmuji, antara lain Wakil Ketua Komisi V DPR Ridwan Bae dan anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana.

    Fraksi Partai Golkar, menurut Sarmuji, telah mengambil langkah-langkah konkret untuk memperjuangkan kepentingan para pekerja ojol agar diakui, dilindungi, dan difasilitasi dalam regulasi nasional.

    Sarmuji juga menjelaskan Fraksi Partai Golkar juga sudah mengusulkan RUU tentang Perlindungan Pekerja Ekonomi Gig yang mengatur perlindungan pekerja lepas seperti pengemudi ojek online dan yang semisal.

    Baca juga: Hasil Survei: Mayoritas Ojol Pilih Potongan 20% Asal Pesanan Banyak dan Dapat Asuransi

    “Kami sudah memasukkan unsur pekerja ojek online dalam revisi UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Ketenagakerjaan, sekaligus mengusulkan RUU Perlindungan Pekerja Ekonomi Gig yang di dalamnya juga mengatur secara khusus pekerja ojol,” ujarnya.

    Selain itu, Fraksi Golkar juga aktif mendorong agar materi perlindungan pekerja ojol tercantum dalam revisi RUU Perubahan Ketiga atas UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    “Pak Ridwan Bae di Komisi V terus mengawal revisi UU LLAJ ini agar pekerja ojol yang selama ini belum diatur secara memadai bisa mendapatkan tempat dalam hukum,” jelasnya.

    Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu juga mengapresiasi langkah pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan yang telah menyusun RUU tentang Pekerja Platform dan RUU tentang Pekerja Lepas.

    “Upaya ini penting untuk menjawab kebutuhan zaman, di mana pekerjaan berbasis platform digital terus berkembang tetapi regulasinya masih tertinggal,” ujarnya.

    “Golkar tidak hanya berjuang di ruang legislasi, tetapi juga mendengar langsung aspirasi para pengemudi ojek online agar kebijakan yang lahir benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka,” pungkas Sarmuji.

    Kebijakan Transportasi Online Harus Berbasis Data

    Okto R. Manullang dalam kesempatan itu menyampaikan sejumlah pendapat dan usulannya yang berbasis riset mendalam tentang transportasi online di sejumlah negara.

    Okto menekankan kebijakan transportasi online harus berbasis data. “Kredibilitas data adalah ketika data mampu menghadirkan perdebatan demokratis. Jika negara gagal mendaftarkan problematika masyarakat, maka isu tersebut bisa hilang dari agenda kebijakan,” ujarnya.

    Okto juga menyoroti praktik negara-negara ASEAN dalam mengatur industri ride-hailing. Brunei, Kamboja, dan Myanmar membatasi biaya sewa aplikasi maksimal 10–20 persen, sementara Indonesia menetapkan 15 persen dan 5 persen.

    “Namun Vietnam memilih menyerahkan tarif komisi pada mekanisme pasar, yakni 20–30%, dan Singapura sudah melangkah lebih jauh dengan mengatur pekerja platform,” jelasnya.

    Dalam konteks Indonesia, ia menegaskan bahwa mitra pengemudi adalah faktor produksi utama di era ekonomi digital. “Formulasi biaya operasional kendaraan (BOK) tidak bisa lagi hanya melihat aspek jarak tempuh. Kita harus mengakui bahwa mitra mengeluarkan investasi mandiri untuk memiliki aset produksinya,” katanya.

    Karena itu, ia mengusulkan perhitungan tarif yang lebih dinamis dengan mempertimbangkan peak, off-peak, serta kondisi lapangan, termasuk surcharge.

    Dia mengingatkan perlunya regulasi adaptif yang tidak sekadar formalistik. “Pemerintah tidak cukup hanya menetapkan batas tarif. Pemerintah harus mendefinisikan parameter, kondisi, dan mekanisme penghitungan tarif agar terjadi keseimbangan struktural antara pengemudi, pengguna, dan aplikator,” ujarnya.

    Ia menutup pemaparannya dengan menekankan bahwa formalisasi gig workers seharusnya fokus pada proteksi sosial, sekaligus mengakomodasi aspek surcharge pricing, platform fee, dan keselamatan, agar tercapai keadilan bagi semua pihak.
    (shf)
    Komentar
    Additional JS