Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Ingin Cepat Kaya? Kerja, Jangan Judi - Kumpulan Informasi Teknologi Hari ini, Setiap Hari Pukul 16.00 WIB
    Home Afghanistan Dunia Internasional Featured Internet Spesial

    Afghanistan Gelap Gulita: Takut Warga Akses Pornografi, Rezim Taliban Padamkan Internet Seluruh Negara - SINDOnews

    3 min read

     

    Afghanistan Gelap Gulita: Takut Warga Akses Pornografi, Rezim Taliban Padamkan Internet Seluruh Negara

    views: 

    Suasana kota Kabul yang kacau setelah Taliban memadamkan internet di seluruh negara. Foto: Getty Images
    KABUL - Pada Senin malam, 29 September 2025, tirai besi digital runtuh di atas Afghanistan. Secara serentak dan tanpa pemberitahuan, puluhan juta ponsel mendadak kehilangan sinyal.

    Koneksi internet di seluruh negeri—baik seluler maupun broadband—lenyap seketika.

    Afghanistan, negara dengan 40 juta penduduk, secara efektif diputus dari dunia luar, menandai untuk pertama kalinya rezim Taliban memberlakukan pemadaman internet total secara nasional.

    Langkah drastis ini sontak melumpuhkan negara. Layanan TV satelit, termasuk media lokal Tolo News, mendadak gelap. Rumah sakit, kantor pemerintah, dan sektor swasta kelimpungan.

    Di Bandara Kabul, data Flightradar24 menunjukkan setidaknya lima penerbangan dibatalkan pada hari Selasa.

    Upaya jurnalis internasional untuk menghubungi kontak di Kabul melalui WhatsApp dan Telegram pun sia-sia; panggilan tak tersambung, pesan tak terkirim.

    Lembaga pengawas internet, Netblocks, mengonfirmasi bencana digital ini.

    Metrik mereka menunjukkan konektivitas internet di Afghanistan anjlok hingga hanya 14 persen. "Afghanistan kini berada di tengah pemadaman internet total," kata Netblocks. "Insiden ini kemungkinan besar akan sangat membatasi kemampuan publik untuk menghubungi dunia luar."
    Dalih Moralitas, Agenda Tersembunyi

    Secara resmi, Taliban membingkai keputusan ini sebagai perang suci melawan maksiat. Dekrit yang dikeluarkan oleh pemimpin tertinggi mereka, Hibatullah Akhundzada, pada awal bulan bertujuan untuk memberantas "imoralitas" di dunia maya.

    “Langkah ini diambil untuk mencegah imoralitas,” kata Haji Attaullah Zaid, juru bicara pemerintah provinsi Balkh, saat pemadaman mulai diuji coba di wilayahnya beberapa minggu lalu.

    Namun, di balik alasan moral yang tampak mulia itu, para analis dan pengamat melihat agenda yang jauh lebih kelam dan kompleks.

    Mahbob Shah Mahbob, jurnalis Afghanistan di pengasingan, menyebutkan bahwa selain kekhawatiran tentang "akses konten pornografi," ada alasan lain yang lebih strategis.

    “Mereka juga khawatir tentang bagaimana aturan ekstremis mereka di dalam Afghanistan dipandang oleh dunia luar dan publisitas buruk yang dihasilkannya,” ujar Mahbob.

    Ketakutan Para Pemimpin di Era Digital

    Motivasi yang paling mengerikan mungkin datang dari paranoia para elite Taliban itu sendiri. Ahmad Zia Saraj, mantan kepala intelijen di bawah pemerintahan demokratis sebelumnya, memberikan analisis tajam.

    Menurutnya, pemadaman internet adalah langkah putus asa yang didorong oleh ketakutan akan pengawasan teknologi Barat.

    “Beberapa tokoh kunci Taliban dan kelompok teroris lainnya takut mereka dapat dilacak melalui ponsel pintar dan internet,” kata Saraj, yang kini menjadi profesor di King's College London.

    Ia menambahkan, “Penggunaan ponsel pintar dan internet tetap menjadi salah satu masalah keamanan utama bagi kepemimpinan Taliban. Saat mereka membawa lebih banyak target teroris kelas kakap dari seluruh dunia [ke Afghanistan], mereka takut negara-negara Barat menggunakan teknologi untuk melacak mereka, jadi mereka hanya ingin menghilangkan ketegangan itu.”

    Dengan kata lain, untuk melindungi segelintir elite dari potensi serangan drone atau operasi intelijen, seluruh negara dikorbankan dan diisolasi.

    Di tengah kekacauan ini, korban yang paling terpukul adalah mereka yang sudah paling menderita: perempuan dan anak perempuan Afghanistan.

    Setelah dilarang mengenyam pendidikan formal di sekolah dan universitas, internet adalah satu-satunya jendela mereka yang tersisa untuk belajar dan terhubung dengan dunia. Kini, jendela itu telah ditutup paksa.

    Habib Khan, pendiri Afghan Peace Watch, melukiskan gambaran yang suram. “Larangan internet oleh Taliban menyeret Afghanistan ke dalam jurang. Dan yang paling tercekik dari semuanya adalah perempuan,” kecamnya.

    Ironisnya, langkah ini terjadi di saat Taliban sedang gencar melobi pengakuan internasional dan memohon bantuan kemanusiaan setelah gempa dahsyat yang melanda negara itu.

    Abdullah Khenjani dari Front Perlawanan Nasional Afghanistan (NRF) menyebut tindakan ini sebagai cerminan sejati dari rezim tersebut.

    “Ini berfungsi sebagai ilustrasi lain dari keterbelakangan dan anti-intelektualisme Taliban. Rezim ini bertujuan membatasi aliran informasi dan memutuskan hubungan antara warga Afghanistan yang terpenjara di dalam negeri dengan dunia luar.”
    (dan)
    Komentar
    Additional JS