Gegara AI, AS Cetak Rekor PHK Tertinggi dalam Dua Dekade Terakhir - SINDOnews
3 min read
Gegara AI, AS Cetak Rekor PHK Tertinggi dalam Dua Dekade Terakhir
Minggu, 09 November 2025 - 07:42 WIB
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali mengguncang Amerika Serikat (AS) pada Oktober 2025. FOTO/AP
A
A
A
JAKARTA - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali mengguncang Amerika Serikat (AS) pada Oktober 2025. Adopsi cepat kecerdasan buatan (AI) yang mengubah pola bisnis dan dorongan efisiensi biaya membuat banyak perusahaan memangkas tenaga kerja dalam jumlah besar.
Menurut laporan firma konsultan ketenagakerjaan Challenger, Gray & Christmas Inc., total PHK pada bulan tersebut mencapai 153.074 kasus, atau hampir tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Angka tersebut menjadi rekor tertinggi untuk bulan Oktober sejak 2003, ketika disrupsi ponsel mengguncang pasar tenaga kerja global. Sektor teknologi dan pergudangan menjadi penyumbang terbesar dalam lonjakan PHK tersebut.
"Banyak industri kini melakukan penyesuaian setelah lonjakan perekrutan besar-besaran selama pandemi. Namun, adopsi AI, penurunan belanja konsumen dan korporasi, serta kenaikan biaya operasional turut mempercepat langkah efisiensi," ujar Andy Challenger, Chief Revenue Officer perusahaan itu, dikutip dari Bloomberg, Minggu (9/11/2025).
Baca Juga: Ekonomi China Diprediksi Lampaui Rp399.000 Triliun dalam 5 Tahun ke Depan
Ia menambahkan, mereka yang kehilangan pekerjaan kali ini menghadapi tantangan lebih berat untuk segera mendapatkan pekerjaan baru, yang berpotensi memperlonggar pasar tenaga kerja AS lebih jauh.
Menurut laporan firma konsultan ketenagakerjaan Challenger, Gray & Christmas Inc., total PHK pada bulan tersebut mencapai 153.074 kasus, atau hampir tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Angka tersebut menjadi rekor tertinggi untuk bulan Oktober sejak 2003, ketika disrupsi ponsel mengguncang pasar tenaga kerja global. Sektor teknologi dan pergudangan menjadi penyumbang terbesar dalam lonjakan PHK tersebut.
"Banyak industri kini melakukan penyesuaian setelah lonjakan perekrutan besar-besaran selama pandemi. Namun, adopsi AI, penurunan belanja konsumen dan korporasi, serta kenaikan biaya operasional turut mempercepat langkah efisiensi," ujar Andy Challenger, Chief Revenue Officer perusahaan itu, dikutip dari Bloomberg, Minggu (9/11/2025).
Baca Juga: Ekonomi China Diprediksi Lampaui Rp399.000 Triliun dalam 5 Tahun ke Depan
Ia menambahkan, mereka yang kehilangan pekerjaan kali ini menghadapi tantangan lebih berat untuk segera mendapatkan pekerjaan baru, yang berpotensi memperlonggar pasar tenaga kerja AS lebih jauh.
Kondisi pasar kerja AS memang menunjukkan tanda-tanda pelemahan di berbagai sektor. Sepanjang tahun berjalan, total PHK telah menembus 1 juta kasus, tertinggi sejak masa pandemi. Sementara itu, rencana perekrutan yang diumumkan perusahaan-perusahaan AS turun ke level terendah sejak 2011. Bahkan, perekrutan musiman hingga Oktober tercatat paling sedikit sejak pemantauan dimulai pada 2012.
"Masih ada peluang perbaikan pada akhir tahun jika suku bunga turun dan pasar tenaga kerja membaik pada November. Namun, kami tidak memperkirakan lonjakan besar dalam perekrutan musiman 2025," kata Challenger.
Dalam beberapa pekan terakhir, sejumlah perusahaan besar mengumumkan restrukturisasi signifikan. Amazon.com Inc. memutuskan memangkas 14.000 posisi setelah CEO-nya menegaskan bahwa adopsi AI akan memangkas kebutuhan tenaga manusia. Target Corp. mengurangi 1.800 posisi atau sekitar 8 persen tenaga kantoran, sedangkan Paramount Skydance Corp. menghapus 1.000 posisi.
Langkah serupa juga diambil Starbucks Corp., Delta Air Lines Inc., CarMax Inc., Rivian Automotive Inc., dan Molson Coors Beverage Co., yang memangkas sekitar 9 persen tenaga kerja tetap. United Parcel Service Inc. (UPS) bahkan mengurangi 34.000 pekerja operasional, mencakup pengemudi dan petugas penanganan paket sekitar 70 persen lebih banyak dari perkiraan sebelumnya. UPS menyebut peningkatan otomasi dan sistem logistik berbasis AI sebagai faktor utama efisiensi tersebut.
Baca Juga: Dampak Penutupan Pemerintah AS Jauh Lebih Parah dari Perkirakan
Sejumlah analis menilai langkah-langkah itu merupakan strategi perusahaan untuk menekan biaya dan menjaga margin laba di tengah tekanan tarif impor serta perlambatan permintaan global. Banyak perusahaan yang sebelumnya mengandalkan kenaikan harga jual kini beralih pada efisiensi tenaga kerja sebagai jalan bertahan.
Tren PHK besar-besaran ini menimbulkan kekhawatiran terhadap ketahanan pasar tenaga kerja AS. Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan Ketua The Federal Reserve Jerome Powell, yang sebelumnya menyebut pendinginan pasar tenaga kerja masih bersifat “sangat bertahap.”
Meski demikian, tidak semua sektor mencatat pelemahan. Data ADP Research menunjukkan peningkatan 42.000 pekerja pada Oktober, menandakan stabilisasi setelah dua bulan penurunan berturut-turut. Sementara Revelio Labs mencatat total lapangan kerja AS berkurang sekitar 9.000 posisi, dengan penurunan terbesar di sektor pemerintahan dan kenaikan di bidang pendidikan serta layanan kesehatan.
Firma analisis itu juga mencatat lonjakan pengajuan Worker Adjustment and Retraining Notification (WARN notice), surat resmi dari perusahaan besar yang berencana melakukan PHK massal. Lonjakan ini memperkuat indikasi bahwa gelombang efisiensi dan restrukturisasi akibat adopsi AI masih akan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan.
(nng)