Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Ingin Cepat Kaya? Kerja, Jangan Judi - Kumpulan Informasi Teknologi Hari ini, Setiap Hari Pukul 16.00 WIB
    Home Featured Gen Z Internet Media Sosial Spesial

    Ads Overload di Media Sosial Bikin Gen Z Gampang FOMO Berolahraga - Kompas

    4 min read

      

    Ads Overload di Media Sosial Bikin Gen Z Gampang FOMO Berolahraga

    Kompas.com, 15 Desember 2025, 17:30 WIB. 

    Lihat Foto
    Istilah populer dalam dunia lari.

    JAKARTA, KOMPAS.com- Banyaknya iklan di media sosial membuat fenomena fear of missing out (FOMO) di kalangan Gen Z. Mulai dari iklan sepatu lari, tempat padel yang baru dibuka, membership gym hingga kelas yoga dan pilates.

    Efek nya makin banyak Gen Z yang ikut tren olahraga, dampak positif nya Gen Z jadi peduli soal kesehatan dan negatif Gen Z semakin susah nabung karena harus beli perlatan olahraga yang harganya cukup mahal.

    Reihan Sultan (23 tahun), seorang anggota komunitas lari di Jakarta Selatan, mengakui bahwa ia mengikuti tren olahraga karena diajak teman, tetapi pada akhirnya punya tujuan sendiri.

    “Olahraga (FOMO) yang gue ikutin adalah lari, karena semenjak pandemi lari ini naik banget dan awalnya diajak sama temen-temen gue yang awalnya ga olahraga dan tertarik sama lari juga, lari bukan olahraga yang fun awalnya tapi ketika lari lo punya goals," kata Reihan.

    5 Faktor Jadi "Tembok" Perdamaian Rusia-Ukraina, soal NATO hingga Nuklir

    Dia juga menambahkan goals seperti apa yang ingin dia realisasikan, yakni berlari maraton di luar negeri, terutama di ajang-ajang yang prestisius.

    “Gue pengen coba lari full marathon especially di luar negri ya, kalo di lari itu ada namanya World Major Marathon, nah itu bisa dibilang kebanyakan goal dari para pelari adalah lari disana, karena selain prestigious itu kebanggaan aja karena lo lebih susah masuk World Major Marathon dari pada lo masuk Stanford," ujar dia.

    Pendapat lainnya dari Talitha (23), Karyawan swasta di Jakarta Barat yang mengakui bahwa  media sosial dan lingkungan sangat berpengaruh untuk dia ikut tren olahraga.

    “Bisa 70 persen mau ikut karena ngeliat lingkungan pada lari/ tennis jadi ikut kearah sana juga, awalnya FOMO liat temen-temen seketika pada olahraga tapi lama-lama jadi penasaran dan cobain olahraganya," kata dia.

    Ia pun mengaku rela mengeluarkan budget lebih untuk membeli peralatan-peralatan olahraga agar tetap up to date.

    “kalo satu set outfit itu kurang lebih 3 juta rupiah, kasih limitasi budget aja buat barang yang mau dibeli biar ga over dan ngancurin cashflow, ujar Talitha.

    Sementara itu, Aura (23), mahasiswi dari Jakarta, menyampaikan bahwa ia akan tetep konsisten walaupun olahraganya udah gak hype lagi.

    “Kalo udah gak hype gue tetep lanjut sih, apalagi tenis, sekarang gue udah ketagihan banget sama tenis,” ujar dia.

    Fenomena ads overload ini ditambah sama algoritma media sosial yang terus menampilkan konten yang sama setelah kita menunjukkan ketertarikan pada satu topik.

    Akibatnya, Gen Z sering merasa “dibombardir” oleh tren olahraga yang silih berganti.

    Di tengah derasnya arus iklan dan tren, banyak Gen Z kini mulai belajar memilah. Tidak semua tren harus diikuti, dan tidak semua iklan harus direspons.

    Olahraga yang bertahan, bagi mereka, adalah yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan pribadi—bukan sekadar ikut hype.

    Katanya Gen-Z nggak suka baca, apalagi soal masalah yang rumit. Lewat artikel ini, Kompas.com coba bikin kamu paham dengan bahasa yang mudah.

    Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang
    Komentar
    Additional JS