Profesi Petani Kini Mulai Dilirik Gen Z Gegara AI - Viva
Profesi Petani Kini Mulai Dilirik Gen Z Gegara AI
Jakarta, VIVA – Pertanian kini tidak lagi identik dengan pekerjaan fisik yang melelahkan. Kemajuan teknologi dan kecerdasan buatan (AI) memungkinkan petani mengelola lahan lebih efisien, mengurangi tenaga kerja manual, dan meningkatkan hasil panen.
Transformasi ini juga menjadikan sektor pertanian lebih menarik bagi generasi muda, yang sebelumnya enggan menekuni pekerjaan tradisional di bidang ini.
“AI akan menciptakan jenis pekerjaan baru, berbeda dari sebelumnya,” kata Madhu Khanna, profesor ekonomi lingkungan dan direktur Center for Economics of Sustainability, University of Illinois, sebagaimana dikutip dari Washington Post, Senin, 1 Desember 2025.
Sejak 1990-an, pertanian presisi muncul untuk meminimalkan ketidakpastian dan meningkatkan hasil panen. Teknologi seperti GPS, otomatisasi, sensor jarak jauh, dan monitoring hasil digunakan untuk memberikan kebutuhan tanaman tepat waktu.
Perkembangan ini kini dipadukan dengan robotik dan AI yang mampu meniru kecerdasan manusia. Menurut Farmonaut, 60 persen pertanian di AS kini memakai AI, menciptakan pekerjaan baru seperti operator drone dan insinyur otomatisasi.
“Tenaga kerja menjadi masalah besar bagi produsen,” kata Jordan Jobe, manajer AgAID Institute. “Ini keluhan terbesar yang kami temui,” ujarnya.
Teknologi ini juga menjadi daya tarik generasi muda. Program Future Farmers of America bekerja sama dengan Jobe untuk memperkenalkan teknologi pertanian ke siswa.
“Anak-anak SMA langsung melihat dampak drone, alat machine learning, dan robotik. Mereka bersemangat untuk terlibat, sementara kakek-nenek atau orang tua mereka mungkin merasa kurang nyaman,” kata Jobe.
Sementara itu, Cody Wadsworth, spesialis operasi di AirField Ag, menggunakan drone untuk penyemprotan pupuk dan pestisida secara presisi di lahan pegunungan. Drone terbang rendah, sekitar 3–4 meter, rotor menciptakan pusaran yang mendorong bahan kimia ke tanaman. Metode ini lebih akurat dibanding pesawat tradisional yang harus terbang cepat, berbiaya tinggi, dan berisiko untuk pilot.
“Kami bisa mengumpulkan citra kesehatan tanaman, lalu membuat peta dan resep aplikasi variabel,” kata Wadsworth. Analisis tanah yang dulu membutuhkan tim dan laboratorium, kini bisa dilakukan drone yang datanya dianalisis AI dalam waktu cepat.
“Sehari-hari, tujuannya membuat petani lebih produktif dan efisien,” ungkap Jorge Heraud, CEO TerraBlaster, menambahkan.
AI Tidak Sempurna, Tapi Penting
Teleologi AI juga membantu mengurangi kerusakan ekologi, karena penggunaan pupuk dan pestisida lebih sedikit. Namun, infrastruktur AI membutuhkan energi dan air besar.
Penn State Institute of Energy and the Environment memperkirakan pusat data bisa menyerap 20 persen listrik global pada 2030–2035. Selain itu, AI menimbulkan isu etika terkait penggantian pekerjaan, konsolidasi perusahaan, serta kepemilikan data.
“Etika memang penting, tapi efisiensi yang diperoleh kemungkinan lebih besar daripada risikonya,” kata Jobe.
Dengan dunia diperkirakan memiliki 10 miliar penduduk pada 2050, FAO memperkirakan produksi pangan harus naik 70 persen untuk memenuhi kebutuhan, di tengah lahan yang menyusut dan dampak perubahan iklim.
“Cara bertani 20 tahun lalu tidak jauh berbeda dari 150 tahun lalu, cuma traktor menggantikan kuda,” kata Wadsworth.