Sosok Pemilik Roti'O yang Terapkan Pembayaran QRIS dan Tolak Cash, Dude Herlino? - Tribunbengkulu
Sosok Pemilik Roti'O yang Terapkan Pembayaran QRIS dan Tolak Cash, Dude Herlino? - Tribunbengkulu.com
Ringkasan Berita:
- Dude Harlino sering dikira pemilik Roti’O padahal dirinya hanya berperan sebagai Brand Ambassador, sang pemilik adalah Dita Destiara.
TRIBUNBENGKULU.COM - Banyak pihak keliru mengira aktor Dude Harlino sebagai pemilik Roti’O. Padahal, Dude Harlino hanya berperan sebagai Brand Ambassador, bukan pemilik usaha tersebut.
Roti’O sendiri dimiliki oleh PT Sebastian Citra Indonesia, perusahaan lokal yang pertama kali membuka gerainya pada 23 Mei 2012.
Di balik kesuksesan Roti’O, terdapat sosok Dita Destiara sebagai pendiri sekaligus tokoh utama yang membangun merek roti tersebut hingga dikenal luas seperti saat ini.
Belakangan, Roti’O menjadi sorotan publik usai menerapkan kebijakan pembayaran non-tunai di seluruh gerainya.
Saat ini, Roti’O hanya melayani transaksi melalui Quick Response Indonesian Standard (QRIS) atau pembayaran digital, dan tidak menerima pembayaran menggunakan uang tunai atau cash.
Kebijakan inilah yang kemudian memicu insiden viral, ketika seorang karyawan Roti’O menolak pembayaran tunai dari seorang nenek saat berbelanja di salah satu gerai mereka.
Dalam sebuah video tampak seorang pria mengamuk kepada karyawan toko roti viral di media sosial.
Dalam video tersebut, tampak seorang pria bertopi memprotes kebijakan toko roti yang menolak seorang nenek membayar secara tunai atau cash.
Pihak toko roti disebut hanya menerima pembayaran menggunakan Quick Response Indonesian Standard (QRIS), tanpa menyediakan opsi pembayaran tunai.
QRIS sendiri merupakan standar nasional kode QR yang dikembangkan Bank Indonesia (BI) untuk mempermudah dan mempercepat transaksi pembayaran digital.
Video itu diunggah oleh pria tersebut melalui akun TikTok @arlius_zebua pada Jumat (19/12/2025).
Melalui unggahannya, Arlius menyebut peristiwa itu terjadi di salah satu gerai toko roti yang berada di kawasan halte busway Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.
Dalam video, terdengar percakapan antara Arlius dan sang nenek yang sedang duduk.
"(Iya) nggak boleh (tunai)" sahut si nenek yang sedang duduk.
Arlius menilai kebijakan toko roti tersebut sebagai hal yang tidak masuk akal karena hanya mengizinkan pembayaran melalui QRIS.
Menurutnya, tidak semua orang, khususnya kelompok lanjut usia (lansia), memiliki atau memahami penggunaan QRIS.
"Lucu, (kok) harus QRIS. Nenek yang seperti ini nggak ada QRIS-nya gimana? Ini perlu diperhatikan," kata Arlius.
Tak hanya itu, melalui caption unggahannya di TikTok, Arlius juga menyampaikan surat terbuka kepada pihak toko roti.
Ia mengaku keberatan dan merasa dirugikan dengan kebijakan pembayaran yang hanya mengandalkan QRIS.
"Saya secara pribadi menyampaikan keberatan dan merasa dirugikan atas pemberlakuan SOP transaksi pembelian roti yang tidak menerima uang tunai (cash) dan harus menggunakan QRIS."
"Dan perlu saya sampaikan bahwa apabila somasi terbuka ini tidak ditanggapi maka saya akan pikir-pikir mau makan lagi atau tidak," tulis dia.
Klarifikasi Pihak Toko
Menanggapi unggahan Arlius Zebua yang viral, pihak toko roti akhirnya memberikan klarifikasi melalui kolom komentar.
Pihak toko menyampaikan permohonan maaf atas kejadian tersebut dan menyatakan tengah melakukan evaluasi internal demi meningkatkan kualitas pelayanan.
"Halo, Kak. Kami mohon maaf atas apa yang terjadi dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan."
"Terkait hal ini, sudah kami terima dan saat ini sedang kami evaluasi secara internal agar ke depannya layanan kami dapat berjalan dengan lebih baik. Terima kasih atas perhatiannya," tulis akun toko roti tersebut.
Aturan Undang-Undang Soal Pembayaran
Pasal 1 Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, sudah menegaskan uang merupakan alat pembayaran yang sah.
Bagaimana jika menolak pembayaran tunai?
Pasal 23 (1) UU Nomor 7 Tahun 2011 mengatakan, "Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah."
Larangan menolak pembayaran tunai juga kembali ditegaskan dalam Pasal 33 (2) UU Nomor 7 Tahun 2011.
Berikut bunyi lengkap Pasal 33 (2) UU Nomor 7 Tahun 2011:
"Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)."