Teknologi VR Bantu Lansia di AS Lawan Kesepian dan Perlambat Risiko Demensia - Gadgetdiva.id
Teknologi VR Bantu Lansia Di AS Lawan Kesepian
GadgetDIVA - Di tengah keterbatasan fisik akibat usia, teknologi kini membuka pintu pengalaman baru bagi para lansia. Di Los Gatos, California, sebuah komunitas pensiunan bernama The Terraces memanfaatkan teknologi Virtual Reality (VR) sebagai sarana untuk membantu para penghuninya tetap terhubung dengan dunia luar, sekaligus menjaga kesehatan mental mereka.
Komunitas ini menjadi rumah yang tenang bagi para lansia yang sebagian besar sudah tidak memungkinkan lagi untuk bepergian jauh atau melakukan aktivitas petualangan seperti di masa muda. Namun demikian, melalui headset VR, mereka tetap bisa “berjalan-jalan” ke berbagai belahan dunia hanya dalam hitungan menit.
Menurut laporan ABC pada Kamis (25/12) waktu setempat, setiap sesi VR yang dijadwalkan para pengasuh selalu disambut dengan antusias. Sebab, teknologi ini mampu membawa para penghuni, yang rata-rata berusia 80 hingga 90 tahun, menjelajahi Eropa, menyelam ke dasar laut, hingga merasakan sensasi terbang dengan paralayang semuanya dilakukan sambil duduk berdampingan.
Pengalaman Virtual yang Bangkitkan Emosi dan Kenangan
Program VR yang digunakan di The Terraces dikurasi oleh Rendever, perusahaan teknologi yang berfokus pada pemanfaatan VR untuk komunitas hunian lansia. Alih-alih menjadi teknologi yang mengisolasi, VR justru diubah menjadi alat untuk meningkatkan fungsi kognitif dan memperkuat hubungan sosial di lebih dari 800 komunitas pensiun di Amerika Serikat dan Kanada.
Dalam salah satu sesi awal tahun ini, sekelompok penghuni terlihat mengayunkan tangan mereka seolah berenang bersama lumba-lumba saat menyaksikan tayangan 3D bawah laut. Suasana pun berubah menjadi penuh tawa dan decak kagum.
“Kami bisa menyelam ke bawah air tanpa harus menahan napas!” ujar Ginny Baird (81) dengan wajah sumringah usai sesi tersebut.
Pada sesi lainnya, ketika para lansia diajak menaiki balon udara panas secara virtual, reaksi spontan pun bermunculan. Ada yang berseru kagum, ada pula yang bergidik karena merasa berada di ketinggian. Momen-momen ini menjadi bukti bahwa pengalaman virtual mampu memicu emosi nyata.
Kembali ke Kampung Halaman Secara Virtual
Tak hanya menawarkan petualangan, teknologi VR juga memungkinkan para lansia kembali ke tempat-tempat penuh kenangan. Rendever menyediakan program yang membawa pengguna “pulang” ke lingkungan masa kecil mereka.
Bagi sebagian penghuni, ini menjadi pertama kalinya mereka melihat kampung halaman setelah puluhan tahun berlalu. Sue Livingstone (84), misalnya, merasakan pengalaman emosional saat melakukan perjalanan virtual ke Queens, New York City, tempat ia tumbuh besar.
“Bukan hanya soal melihat tempatnya lagi, tetapi tentang kenangan yang ikut kembali,” ujarnya. Ia menambahkan, banyak penghuni yang awalnya ragu mencoba teknologi ini, namun akhirnya menikmati pengalaman tersebut setelah mencobanya.
Dukungan Riset dan Bukti Ilmiah
Manfaat VR bagi lansia juga didukung oleh penelitian. Rendever baru-baru ini menerima hibah hampir 4,5 juta dolar AS dari National Institutes of Health (NIH) untuk mengembangkan platform yang bertujuan mengurangi isolasi sosial pada lansia, termasuk mereka yang tinggal di rumah bersama para pengasuh.
Sejumlah studi menunjukkan bahwa penggunaan VR dalam durasi terbatas dapat membantu mempertahankan fungsi kognitif, memperkuat daya ingat, serta mendorong interaksi sosial baik dengan keluarga maupun sesama penghuni fasilitas perawatan.
Meski begitu, para ahli menekankan bahwa teknologi ini sebaiknya digunakan sebagai pelengkap, bukan pengganti aktivitas sosial dan fisik lainnya.
Pandangan Para Ahli soal VR untuk Lansia
Neuropsikolog Katherine “Kate” Dupuis dari Sheridan College, Kanada, mengingatkan adanya risiko jika lansia terlalu lama menatap layar. Namun, ia menilai VR tetap memiliki manfaat besar bila digunakan dengan tujuan yang jelas.
“Jika digunakan secara hati-hati dan bermakna, VR bisa menjadi sarana interaksi dan berbagi rasa kagum bersama orang lain,” ujarnya.
Sementara itu, peneliti Pallabi Bhowmick dari University of Illinois Urbana-Champaign menilai headset VR justru lebih mudah digunakan dibanding ponsel pintar, karena tidak memerlukan navigasi tombol yang rumit.
Ia juga menegaskan bahwa anggapan lansia enggan mencoba teknologi baru adalah stereotip yang keliru. “Mereka ingin beradaptasi, selama teknologi tersebut relevan dan bermakna bagi kehidupan mereka,” katanya.
Potensi Perlambat Demensia
Selain mengurangi stres dan kesepian, VR juga mulai dilirik sebagai alat potensial untuk memperlambat dampak demensia. Dengan merangsang ingatan dan emosi positif, teknologi ini dinilai mampu membantu menjaga kesehatan otak secara bertahap.
Didorong oleh pengalaman pribadi membantu sang nenek, Kyle Rand, CEO Rendever, mendirikan perusahaan ini pada 2016 setelah menekuni bidang neuroengineering. Kini, pasar VR lansia terus berkembang, dengan hadirnya pesaing seperti Mynd Immersive dari Dallas.
Ke depan, teknologi VR diprediksi akan semakin berperan dalam meningkatkan kualitas hidup lansiabukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai jembatan untuk tetap merasa terhubung, berarti, dan dihargai.