Wamen Stella Tekankan Pentingnya Pola Pikir di Era AI untuk Pendidikan Anak Usia Dini - SindoNews
4 min read
Wamen Stella Tekankan Pentingnya Pola Pikir di Era AI untuk Pendidikan Anak Usia Dini
Rabu, 17 Desember 2025 - 18:42 WIB
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie hadir sebagai pembicara dalam 2025 International Symposium on Early Childhood Education and Development. Foto/Diktisaintek.
A
A
A
JAKARTA - Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie hadir sebagai pembicara dalam 2025 International Symposium on Early Childhood Education and Development yang diselenggarakan di Ballroom Chubb Square, Rabu (17/12/2025).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 10,82 persen penduduk Indonesia merupakan anak usia dini (0-6 tahun). Kondisi ini menunjukkan besarnya tanggung jawab bersama untuk memastikan pemenuhan hak anak secara menyeluruh, mulai dari kesehatan, kecukupan gizi, pendidikan, hingga pengasuhan yang berkualitas sejak usia dini.
Baca juga: UI Bebaskan UKT Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatera selama 2 Semester
Dalam penyampaiannya, Wamen Stella menyoroti pentingnya pembelajaran di era kecerdasan artifisial ( AI ), khususnya dalam membangun kemampuan berpikir anak sejak dini.
“Pembelajaran di era kecerdasan artifisial tidak semata-mata berfokus pada penguasaan teknis, seperti membuat coding. Yang lebih penting adalah memahami cara berpikir di balik coding itu sendiri, termasuk mengenali struktur dan pola dalam memecahkan masalah. Orang yang bisa melihat struktur itu akan mampu memecahkan masalah-masalah yang kelihatannya baru, tetapi sebenarnya di dalamnya sama. Itu penting sekali,” Ujar Wamen Stella.
Baca juga: Pendidikan Letda TNI Rizki Juniansyah, Lifter yang Pecahkan Rekor Dunia SEA Games 2025
Sejalan dengan hak tersebut, Country Head Tanoto Foundation Indonesia, Inge Sanitasia Kusuma mengungkapkan bahwa hampir 43% anak di bawah usia 5 tahun berisiko tertinggal akibat kurangnya stimulasi, gizi, dan kesempatan belajar dini. Ia menekankan bahwa investasi pada pengasuhan dan pembelajaran anak usia dini merupakan investasi strategis dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Hampir 90% anak menghabiskan 30 tahun pertama hidup di rumah, seringkali tanpa bimbingan yang konsisten dalam hal stimulasi dan perawatan responsif. Berinvestasi sejak dini adalah cara kita mengubah potensi demografis menjadi kemajuan nasional yang nyata,” tegas Inge.
Pemerintah telah mengembangkan Program Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI) sebagai upaya memastikan tumbuh kembang anak berlangsung secara menyeluruh, baik dalam kesehatan, gizi, pengasuhan, perlindungan, dan stimulasi sesuai tahapan perkembangan. Program ini telah ditetapkan sebagai salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menegaskan bahwa penguatan kualitas keluarga dan praktik pengasuhan perlu disinergikan dengan berbagai kebijakan nasional.
“Salah satu kebijakan strategis yang menjadi instrumen Kementerian Pembangunan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam mendukung power holistic integratif adalah kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak yang berfungsi sebagai kerangka komprehensif untuk memastikan pemenuhan hak anak secara terintegrasi di seluruh wilayah,” jelas Menteri PPPA Arifah.
Ia menambahkan terdapatnya Taman Asuh Ramah Anak atau TARA sebagaimana tercantum dalam peraturan menteri PPPA nomor 4 tahun 2024 tentang penyelenggaraan layanan pemenuhan hak anak.
Wamen Stella kembali menegaskan bahwa lingkungan memiliki peran besar dalam membentuk kemampuan anak.
“Yang pertama, kita harus percaya dan tahu bahwa anak-anak kita mempunyai kemampuan berpikir yang sangat bagus. Yang kedua, itu adalah bagaimana kita membuka peluang agar anak-anak kita yang memang sudah punya rasa ingin tahu, tetap ingin tahu dan ingin belajar.”
Simposium ini tidak hanya menambah pengetahuan dan perspektif, tetapi juga mampu memperkuat sinergi dan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, organisasi masyarakat, serta media massa guna bersama-sama mewujudkan Indonesia Layak Anak 2030 dan mendukung terwujudnya Indonesia Emas 2045.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 10,82 persen penduduk Indonesia merupakan anak usia dini (0-6 tahun). Kondisi ini menunjukkan besarnya tanggung jawab bersama untuk memastikan pemenuhan hak anak secara menyeluruh, mulai dari kesehatan, kecukupan gizi, pendidikan, hingga pengasuhan yang berkualitas sejak usia dini.
Baca juga: UI Bebaskan UKT Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatera selama 2 Semester
Dalam penyampaiannya, Wamen Stella menyoroti pentingnya pembelajaran di era kecerdasan artifisial ( AI ), khususnya dalam membangun kemampuan berpikir anak sejak dini.
“Pembelajaran di era kecerdasan artifisial tidak semata-mata berfokus pada penguasaan teknis, seperti membuat coding. Yang lebih penting adalah memahami cara berpikir di balik coding itu sendiri, termasuk mengenali struktur dan pola dalam memecahkan masalah. Orang yang bisa melihat struktur itu akan mampu memecahkan masalah-masalah yang kelihatannya baru, tetapi sebenarnya di dalamnya sama. Itu penting sekali,” Ujar Wamen Stella.
Baca juga: Pendidikan Letda TNI Rizki Juniansyah, Lifter yang Pecahkan Rekor Dunia SEA Games 2025
Sejalan dengan hak tersebut, Country Head Tanoto Foundation Indonesia, Inge Sanitasia Kusuma mengungkapkan bahwa hampir 43% anak di bawah usia 5 tahun berisiko tertinggal akibat kurangnya stimulasi, gizi, dan kesempatan belajar dini. Ia menekankan bahwa investasi pada pengasuhan dan pembelajaran anak usia dini merupakan investasi strategis dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Hampir 90% anak menghabiskan 30 tahun pertama hidup di rumah, seringkali tanpa bimbingan yang konsisten dalam hal stimulasi dan perawatan responsif. Berinvestasi sejak dini adalah cara kita mengubah potensi demografis menjadi kemajuan nasional yang nyata,” tegas Inge.
Pemerintah telah mengembangkan Program Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI) sebagai upaya memastikan tumbuh kembang anak berlangsung secara menyeluruh, baik dalam kesehatan, gizi, pengasuhan, perlindungan, dan stimulasi sesuai tahapan perkembangan. Program ini telah ditetapkan sebagai salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menegaskan bahwa penguatan kualitas keluarga dan praktik pengasuhan perlu disinergikan dengan berbagai kebijakan nasional.
“Salah satu kebijakan strategis yang menjadi instrumen Kementerian Pembangunan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam mendukung power holistic integratif adalah kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak yang berfungsi sebagai kerangka komprehensif untuk memastikan pemenuhan hak anak secara terintegrasi di seluruh wilayah,” jelas Menteri PPPA Arifah.
Ia menambahkan terdapatnya Taman Asuh Ramah Anak atau TARA sebagaimana tercantum dalam peraturan menteri PPPA nomor 4 tahun 2024 tentang penyelenggaraan layanan pemenuhan hak anak.
Wamen Stella kembali menegaskan bahwa lingkungan memiliki peran besar dalam membentuk kemampuan anak.
“Yang pertama, kita harus percaya dan tahu bahwa anak-anak kita mempunyai kemampuan berpikir yang sangat bagus. Yang kedua, itu adalah bagaimana kita membuka peluang agar anak-anak kita yang memang sudah punya rasa ingin tahu, tetap ingin tahu dan ingin belajar.”
Simposium ini tidak hanya menambah pengetahuan dan perspektif, tetapi juga mampu memperkuat sinergi dan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, organisasi masyarakat, serta media massa guna bersama-sama mewujudkan Indonesia Layak Anak 2030 dan mendukung terwujudnya Indonesia Emas 2045.
(nnz)