Pakar UI soal Fenomena ChatGPT: Indonesia Perlu Etika & Regulasi soal AI - detik

 

Pakar UI soal Fenomena ChatGPT: Indonesia Perlu Etika & Regulasi soal AI

By Cicin Yulianti
detik.com
Foto: Future Publishing via Getty Imag/Future Publishing
Foto: Future Publishing via Getty Imag/Future Publishing
Jakarta - Pertumbuhan adopsi ChatGPT sebagai produk chatbot dari OpenAI saat ini terhitung cepat. Dengan adanya teknologi artificial intelligence (AI) tersebut, pengguna dapat memenuhi kebutuhannya tanpa harus berpikir panjang dalam mengambil keputusan.

Terkait hal tersebut, Dosen Fakultas Hukum UI Brian Amy Prastyo dalam acara Policy Dialogue on Digital for Development in the ASEAN and Global South mengingatkan pengguna untuk memperhatikan etika. Pengguna tidak boleh dengan mudah percaya dengan hasil yang dibuat AI tersebut.

Menurutnya, di samping pembuatan keputusan atau konten saat ini sudah terjangkau lewat adanya OpenAI, namun pengguna perlu memperhatikan keamanan data dan privasi atau cyber security. Ia mengatakan bahwa cyber security dapat membantu seseorang dalam membuat ekosistem pembelajaran berkelanjutan yang minim resiko.

Selain itu, ia menyebut dalam menggunakan OpenAI ini pengguna perlu etika. Dengan begitu, pengguna harus mempertimbangkan apakah keputusan atau konten yang dibuat lewat OpenAI tersebut masih tergolong etis atau tidak.

"Beberapa motif mungkin tidak etis. Jadi kita perlu memiliki pemahaman yang jelas dan kesadaran apakah ide yang dihasilkan masuk ke dalam etika," ujar Brian dalam acara Policy Dialogue on Digital for Development in the ASEAN and Global South di Gedung ASEAN Foundation, Jalan Sisingamangaraja, Jakarta, Selasa (23/5/2023).

Brian menuturkan bahwa selain harus adanya kesadaran bagi pengguna AI soal keamanan data dan etika, Indonesia perlu hukum yang mengatur secara paten tentang keberadaan AI ini. Desakan terkait regulasi ini dikarenakan layanan kecerdasan tersebut berkembang di Indonesia begitu cepat.

"Kemampuan untuk mengontrol keputusan saat ini beralih ke mesin (AI). Nah, ketiga hal ini yang menjadi pemikiran saya dan bagaimana kaitannya dengan hukum tidak hanya di Indonesia, tetapi juga secara global," terangnya.

Ia mengatakan metode yang dilakukan AI harus bisa mencapai tujuan secara sah dan tidak boleh melanggar nilai-nilai dasar yang tercantum dalam pedoman hukum yang berlaku.

"Yang kedua adalah masalah hukum apakah proses penciptaan teknologi dan penyebaran AI ini berada dalam undang-undang dan peraturan," terangnya.

Ia mengimbau dalam penggunaan AI, pengguna perlu memahaminya secara etis dan menyadari keamanan siber. Dengan begitu, mereka dapat menemukan ancaman yang tidak diketahui, peningkatan manajemen kerentanan, meningkatkan keamanan secara keseluruhan, dan melakukan deteksi yang lebih baik.


Simak Video "Elon Musk Sebut AI Berpotensi Menghancurkan Peradaban"
[Gambas:Video 20detik]

(nwk/nwk)

Baca Juga

Komentar

Baca Juga (Konten ini Otomatis dan tidak dikelola oleh kami)