Kontroversi Temuan Nikuba Aryanto Misel, Elon Musk Pernah Olok-olok Hidrogen Jadi Bahan Bakar Kendaraan - Fajar
Kontroversi Temuan Nikuba Aryanto Misel, Elon Musk Pernah Olok-olok Hidrogen Jadi Bahan Bakar Kendaraan
FAJAR.CO.ID -- Teknologi yang dapat mengkonversi air menjadi hidrogen sebagai bahan bakar mesin kendaraan bermotor masih menjadi perdebatan. Pun demikian dengan teknologi Nikuba yang diklaim Aryanto Misel, dapat mengubah air menjadi hidrogen.
Aryanto Misel sendiri mengakui temuannya itu bahkan menjadi olok-olokan peneliti, termasuk peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Namun, dia berusaha mematahkan keraguan banyak orang dengan mengaku telah mempresentasikan temuannya di hadapan petinggi Ferrari dan Lamborghini.
Pihak Ferrari bahkan diakuinya telah mengundangnya terbang ke Italia untuk mempresentasikan penelitian teknologi Nikuba yang disebut telah diujicoba pada mesin kendaraaan. Aryanto Misel berencana menjual teknologi temuannya itu senilai Rp15 miliar.
Sayang, hasil kunjungannya ke Italia tak sesuai ekspektasi. Tak ada pembicaraan transaksi pembelian teknologi Nikuba yang diklaim Aryanto Misel dapat mengkonversi air yang mengandung unsur Hidrogen dan Oksigen menjadi Hidrogen murni untuk bahan bakar kendaraan bermotor.
Pemanfaatan air menjadi bahan bakar dengan mengkonversi menjadi hidrogen menjadi perdebatan banyak kalangan ilmuan, karena dianggap membutuhkan proses yang panjang. Meskipun air mudah ditemukan, tetapi proses konversinya dianggap sebagai pemborosan.
CEO Tesla, Elon Musk misalnya, beberapa kali mengulangi keraguannya terhadap proses konversi air menjadi hidrogen untuk dijadikan bahan bakar pada mesin kendaraan bermotor. Elon Musk kerap menggambarkan pemikiran mengkonversi air menjadi bahan bakar sebagai "hal paling bodoh yang bisa dibayangkan untuk penyimpanan energi."
Dalam beberapa kesempatan, CEO Tesla, Elon Musk, bahkan kerap kali mengolok-ngolok hidrogen sebagai bahan bakar mesin kendaraan.
Melansir wawancara Elon Musk dengan CNBC yang diterbitkan pada 12 Mei 2022 lalu, dia menegaskan, jika menginginkan alat penyimpanan energi, hidrogen adalah pilihan yang buruk.
Musk mengatakan, butuh "tangki raksasa" untuk menyimpan hidrogen dalam bentuk cair. Bahkan jika disimpan dalam bentuk gas, tangki yang dibutuhkan lebih besar lagi.
Pada Juni 2020 lalu, Elon membuat cuitan di Twitter yang menyebut "sel bahan bakar = jualan bodoh," lalu menambahkan cuitannya "Menjual hidrogen itu bodoh dan tidak masuk akal," seperti dikutip dari CNBC pada Jumat (14/7/2023).
Elon Musk tetap tidak yakin tentang konversi air menjadi hidrogen untuk dijadikan bahan bakar. Dia berpendapat bahwa Hidrogen tidak terbentuk secara alami di bumi, sehingga harus memisahkan air dengan oksigen melalui proses elektrolisis atau memecah hidrokarbon.
Saat ini, sebagian besar produksi hidrogen berbasis bahan bakar fosil. Metode produksi lainnya melibatkan penggunaan elektrolisis dengan arus listrik yang memisahkan air menjadi oksigen dan hidrogen.
Jika listrik yang digunakan dalam proses elektrolisis ini berasal dari sumber terbarukan seperti angin atau surya, maka beberapa orang menyebutnya sebagai hidrogen hijau atau terbarukan.
Hidrogen merupakan gas yang sangat ringan, sehingga daya tarik bumi atau gravitasi bumi tak mampu menarik molekul-molekulnya. Akibatnya, hidrogen lebih banyak menguap dan terperangkap di atmoster bumi.
Salah satu contoh penggunaan gas hidrogen adalah pada balon udara. Ketika balon udara diisi gas hidrogen, maka langsung melayang ke udara.
Kepada Financial Times, Elon Musk menilai efisiensi elektrolisis sangat rendah. Butuh banyak energi yang harus dihabiskan untuk memisahkan hidrogen dan oksigen.
Sementara untuk memisahkan hidrogen dan oksigen dengan memberikan tekanan yang besar dan tentu saja membutuhkan banyak energi.
"Dan jika Anda harus mengkondensasikan hidrogen, ya ampun," lanjutnya.
Elon Musk tidak mampu membayangkannya, karena jumlah energi yang diperlukan untuk membuat hidrogen dan mengubahnya menjadi bentuk cair sangat besar. "Itu adalah hal yang paling bodoh yang bisa saya bayangkan untuk penyimpanan energi." ujarnya.
Dia berpendapat dibandingan memikirkan konversi air menjadi hidrogen untuk bahan bakar kendaraan bermotor, lebih baik mengembangkan lebih banyak energi hijau yang lebih realistis. Energi hijau itu yang kemudian dijadikan sumber listrik yang lebih efisen seperti tenaga surya, angin, dan sebagainya.
Berbeda dengan Elon Musk, Michele DellaVigna, pemimpin unit bisnis ekuitas komoditas Goldman Sachs untuk wilayah EMEA, menyoroti peran penting yang diyakininya akan dimainkan oleh hidrogen ke depan.
"Jika kita ingin mencapai nol bersih, kita tidak bisa melakukannya hanya melalui tenaga listrik terbarukan," katanya.
"Kita membutuhkan sesuatu yang mengambil peran gas alam saat ini, terutama untuk mengelola musiman dan intermittency, dan itulah hidrogen," DellaVigna berpendapat, kemudian menggambarkan hidrogen sebagai "molekul yang sangat kuat." katanya. (fajar)
Komentar
Posting Komentar