Saat Jokowi Merengek Pada Apple Agar Bersedia Bangun Pabrik di Indonesia - Selular
Selular.ID – CEO Apple Tim Cook merealisasikan rencana berkunjung ke Indonesia. Kedatangan orang nomor satu di perusahaan raksasa AS itu, dimanfaatkan oleh presiden Joko Widodo.
Dalam pertemuan di Istana Negara, Rabu (17/4/2024), Cook menyebutkan bahwa Indonesia adalah pasar yang sangat penting bagi Apple.
Cook juga membahas komitmen pembangunan di Indonesia. Salah satunya pembangunan lewat investasi di bidang teknologi.
Cook tak menampik bahwa ada permintaan khusus Presiden Jokowi agar Apple bisa mendirikan pabrik di Indonesia.
“Kita berbicara tentang keinginan Presiden untuk melihat pabrik (Apple) di negara ini, dan hal itu sedang kami lihat (peluangnya),” ungkapnya.
Seperti diketahui, Apple menjadi satu-satunya vendor yang tidak memiliki pabrik di Indonesia. Salah satu alasan Apple tidak membangun pabrik, karena melihat Indonesia terlalu banyak tambang timah ilegal, sehingga kualitas timah berpotensi tak sesuai dengan standar perusahaan.
Padahal demi mengejar aturan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) sebesar 35% yang diketok palu pada 2014, vendor ponsel wajib membangun pabrik atau minimal bermitra dengan perusahaan perakitan atau EMS (electronic manufacturing services).
Alih-alih membangun pabrik atau bermitra dengan perusahaan EMS, Apple lebih memilih jalur 100% TKDN software.
Baca Juga: Tak Hanya Apple Developer Academy, Permintaan Jokowi ke Bos Apple Tim Cook
Lewat jalur TKDN software, raksasa asal Cupertino Amerika Serikat itu, mengambil skema investasi dengan mendirikan Innovation Center yang diklaim menghabiskan dana USD 44 juta.
Hingga kini, Apple telah mendirikan tiga akademi di Tangerang Selatan, Batam dan Surabaya. Perusahaan bersiap dengan pembukaan infrastruktur pendidikan keempat (Apple Developer Academy) di Bali.
Kebijakan TKDN yang Plintat-Plintut
Keinginan Jokowi agar Apple membangun pabrik di Indonesia, sejatinya sejalan dengan program TKDN 30% yang wajib dipenuhi oleh vendor ponsel.
Keberadaan pabrik ponsel dengan sendirinya dapat mengurangi nilai impor, membangun kompetensi dunia usaha, sekaligus menyerap tenaga kerja. Ujung-ujungnya kemandirian bangsa dapat tercipta di sektor TIK.
Namun tentu saja, keinginan Jokowi agar Apple bersedia membangun pabrik bukan perkara mudah. Selain menyangkut persoalan supply chain, diperlukan political will yang kuat oleh pemerintah sendiri.
Diperlukan kebijakan yang komprehensif dan tidak mudah berubah dalam menghadapi tekanan atau lobby-lobby pihak-pihak tertentu, baik pemerintah asing maupun dunia usaha.
Masalahnya, Indonesia terkenal dengan kebijakan yang plintat-plintut. Ganti pemerintah ganti kebijakan. Ganti menteri ujungnya ganti aturan. Tak ada yang ajeg, sehingga hukum dan aturan dapat dipermainkan.
Hal itu tercermin dari kebijakan TKDN yang menaungi industri ponsel. TKDN yang merupakan penjabaran dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Selular, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet, dengan gamblang menjelaskan kewajiban para vendor untuk dapat memenuhi TKDN hingga 30% pada 2017.
Selain mendorong Indonesia menjadi kiblat manufaktur ponsel seperti China dan India, aturan TKDN juga sekaligus untuk menekan impor ponsel yang selama ini terus membengkak.
Baca Juga: Impor iPhone Tembus Rp32 T, Investasi Apple di Indonesia Cuma Rp1,2 T
Untuk diketahui, nilai impor ponsel Indonesia rata-rata per tahun mencapai USD 3,5 miliar. Nilai tersebut berkontribusi pada defisit transaksi perdagangan. Ditargetkan aturan ini, bisa mengurangi hingga 30% impor ponsel setiap tahunnya.
Demi memperkuat efektifitas di lapangan, Kemenkominfo didukung penuh oleh dua kementerian lain, yakni Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
Alhasil, jika vendor tak mampu memenuhi aturan ini, otomatis tak bisa lagi memasarkan produk mereka di pasar domestik.
Karena ingin berbisnis di Indonesia dalam jangka panjang, mau tak mau banyak vendor asing memutuskan untuk membangun pabrik.
Sayangnya, pergantian pemerintahan dari SBY ke Joko Widodo, membuat aturan lama direvisi. Untuk memenuhi ketentuan TKDN sebesar 30%, pemerintah menerapkan peraturan yang lebih flexible.
Peraturan yang dimaksud adalah Permendag No 65 Tahun 2016. Sebagai pengganti Permendag Nomor 82 Tahun 2012.
Jika sebelumnya hanya ada satu aturan yaitu kewajiban invetasi di hardware (pembangunan pabrik), maka pada aturan yang baru diubah menjadi tiga skema.
Ketiga skema itu dapat dipilih oleh setiap vendor. Yakni melakukan investasi yang dominan di hardware, investasi dominan di software, atau rencana investasi lain dengan nilai dan realisasi tertentu.
Kuat dugaan bahwa aturan TKDN baru tersebut dibuat demi mengakomodir vendor seperti Apple yang tak ingin membangun pabrik di Indonesia.
Sontak saja aturan baru ini dinilai diskriminatif, terutama bagi vendor yang sudah memutuskan untuk membangun pabrik ponsel.
Pasalnya, anggaran yang dikeluarkan untuk membangun pabrik jelas lebih besar dibandingkan hanya mengembangkan fasilitas software.
Belum lagi soal pajak. Tak ada vendor yang memperoleh insentif pajak dari pemerintah meski mereka sudah comply dengan aturan TKDN.
Berbekal ketentuan yang lebih ringan itu, alih-alih mendirikan pabrik, mayoritas vendor asing di Indonesia akhirnya memilih menggandeng perusahaan perakitan, EMS (electronic manufacturing services).
Xiaomi misalnya, bekerjasama dengan Satnusa Persada. Perusahaan EMS yang berlokasi di Batam itu, sejak awal 2017 mulai merakit sejumlah varian Xiaomi, terutama segmen low end yang terbilang tinggi permintaannya.
Baca Juga: Perbandingan Investasi Apple di Vietnam dan Indonesia, Bagai Langit dan Bumi
Berbeda dengan vendor lain yang kebanyakan memliih bermitra dengan EMS, Samsung mengambil sikap tegas. Akibat aturan yang dinilai tidak konsistem dan cenderung menguntungkan satu vendor, chaebol Korea Selatan itu, akhirnya urung memperluas pabrik ponsel yang sudah dibangun di Cikarang, Bekasi.
Padahal Samsung sebelumnya telah berniat menjadikan Indonesia sebagai salah satu basis produksi ponsel di kawasan Asia.
Belakangan diketahui Samsung akhirnya memilih India sebagai basis produksi ponsel. Tak tanggung-tanggung, raksasa Korea selatan itu menggelontorkan investasi hingga 50 milyar rupee, untuk menjadikan pabrik yang berlokasi di Noida, Uttar Pradesh, sebagai fasilitas manufaktur terbesar di dunia.
Sementara Apple yang disinyalir berada di belakang perubahan regulasi TKDN, tentu saja lebih jalur 100% TKDN software.
Raksasa asal Cupertino Amerika Serikat itu, mengambil skema investasi dengan mendirikan Innovation Center yang diklaim menghabiskan dana USD 44 juta.
Dengan mendirikan Innovation Center, Apple tak perlu repot membangun pabrik atau bermitra dengan EMS. Itulah sebabnya, hingga kini Apple bebas berjualan produk-produknya, terutama iPhone yang banyak penggemarnya di Indonesia.
Padahal berdasarkan data di Kementerian Perindustrian, dalam satu tahun Indonesia mengimpor hingga US$ 2 miliar (Rp 32 triliun) dari Apple.
Sementara untuk menggelar 4 fasilitas Apple Developer Academy, total investasi yang dikeluarkan Apple hanya sekitar Rp1,6 triliun.
Jelas berkat jalur TKDN software, Apple untung banyak dari pasar Indonesia.
Baca Juga: Ingin Saingi Vietnam, Ini Cara Pemerintah Rayu Apple Untuk Buat Pabrik di Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar