Pernah Bikin Kontroversi di Indonesia, Starlink Aktifkan Layanan Direct-to-Cell di Wilayah yang Dilanda Badai Helene - Selular ID
Pernah Bikin Kontroversi di Indonesia, Starlink Aktifkan Layanan Direct-to-Cell di Wilayah yang Dilanda Badai Helene - Selular
Selular.ID – Komisi Komunikasi Federal AS pada Minggu (6/10), mengizinkan SpaceX dan T Mobile milik Elon Musk untuk mengaktifkan satelit Starlink dengan kemampuan langsung ke ponsel (Direct-to-Cell).
Izin terbatas itu guna menyediakan jangkauan untuk ponsel di wilayah Carolina Utara yang dilanda Badai Helene.
FCC sering memberikan persetujuan darurat selama periode bencana untuk membantu memulihkan layanan nirkabel dan internet di wilayah yang terkena dampak parah, sekaligus untuk melakukan pengujian.
Seorang juru bicara FCC mengatakan bahwa lembaga tersebut tetap berkomitmen untuk membantu upaya pemulihan di negara bagian yang terkena Badai Helene.
“Kami siap melakukan semua yang diperlukan untuk mengembalikan konektivitas ke wilayah yang dilanda badai dan menyelamatkan nyawa.”
Senada dengan FCC, SpaceX mengatakan satelit “telah diaktifkan dan mulai menyiarkan peringatan darurat ke ponsel di semua jaringan di Carolina Utara.”
Rakasa satelit itu, mengatakan mungkin “menguji kemampuan mengirim pesan teks dasar (SMS) untuk sebagian besar ponsel di jaringan T-Mobile di Carolina Utara.”
Sebelumnya FCC melaporkan, pada 28 September 2024, lebih dari 74% BTS (Base Transceiver Station) tidak berfungsi di wilayah yang terkena bencana di North Carolina akibat kerusakan yang disebabkan oleh Helene.
Namun lembaga telekomunikasi AS itu, menyebutkan bahwa angka tersebut telah turun menjadi 17% karena kru bekerja untuk memulihkan layanan.
Di sisi lain, dalam pernyataan resmi, T-Mobile mengatakan bahwa meskipun konstelasi langsung ke selular SpaceX belum sepenuhnya digunakan, pihaknya merasa bahwa dengan memberikan versi uji awal ini ke tangan orang-orang di lapangan dapat memberikan dukungan penting saat tim bekerja
“Tujuannya untuk mengembalikan infrastruktur dan layanan online dan membantu responden pertama dengan upaya penyelamatan”.
Operator telekomunikasi tersebut menambahkan bahwa “jaringannya hampir sepenuhnya dipulihkan di sepanjang wilayah yang terkena dampak, dengan kurang dari 1% lokasi jaringan di wilayah tertentu yang kondisinya masih sangat menantang tidak terhubung.”
Untuk diketahui, Direct-to Cell adalah adalah teknologi yang memungkinkan ponsel mengakses jaringan komunikasi langsung dari satelit Starlink untuk melakukan berbagai aktivitas, mulai dari SMS, telepon, internetan, hingga menghubungkan Internet of Things.
Satelit Starlink dengan kemampuan Direct to Cell tersebut memiliki onboard modem eNodeB canggih yang dapat bertindak sebagai menara BTS di ruang angkasa, sehingga tidak memerlukan menara BTS di darat.
Layanan Direct-to-Cell Starlink mulai diuji pada 8 Januari 2024. Hasilnya, tim berhasil mengirim dan menerima pesan teks pertama menggunakan spektrum jaringan T-Mobile melalui salah satu satelit Direct to Cell Starlink yang sudah meluncur di angkasa enam hari sebelumnya.
Meski diklaim memiliki berbagai kelebihan, rencana kehadiran Direct to Cell Starlink telah menjadi kontroversi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Alasannya, dapat mengancam eksistensi provider telekomunikasi yang sudah lebih dulu ada di Indonesia.
Salah satu pihak yang bersuara keras adalah Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI).
ATSI menilai, meski menawarkan kelebihan, harus ada regulasi dari pemerintah mengenai hal tersebut.
Sebab perusahaan telekomunikasi dalam negeri telah berinvestasi dengan nilai triliunan rupiah untuk menyediakan akses komunikasi, dari 2G hingga 5G, sehingga jaringan internet kini semakin meluas berbagai daerah tanah air.
“Kalau Direct-to-Cell masuk, pertanyaannya kebayang nggak, empat perusahaan selular sudah investasi ratusan triliun dengan semua tenaga kerja dan mitra teknologi,” ungkap Marwan O Basyir, Sekjen ATSI.
Dikhawatirkan perusahaan telekomunikasi yang saat ini beroperasi di Indonesia kalah saing, maka akan berimbas pada jutaan tenaga kerja yang berkaitan dengan perusahaan ini.
“Sekarang berapa banyak tenaga kerja yang bergerak sekarang di operator, rantai tata niaga, supplier, produksi, agensi, promosi, dan sebagainya. Belum lagi dunia pendidikan yang terlibat, jutaan orang terlibat, kemudian tiba-tiba datang satu pemain (Starlink) dikasih kemudahan. Saya khawatir 1-2 tahun ambruk industrinya,” jelas Marwan.
Senada dengan ATSI, kekhawatiran terhadap Direct to Cell juga disampaikan APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia).
Ketua Umum APJII Muhammad Arif mengatakan bahwa saat ini, layanan Starlink direct to cell ini sudah dalam tahap uji coba di beberapa negara.
Sementara di Indonesia, Arif menjelaskan bahwa layanan direct to cell membutuhkan alokasi frekuensi baru.
Menurut Arif, masuknya teknologi milik Elon Musk berupa Direct to Cell ke Indonesia tergantung dari keputusan yang diambil pemerintah.
Namun, jika pemerintah memberi lampu hijau layanan ini beroperasi, maka dikhawatirkan ekosistem telekomunikasi di Indonesia akan terancam.
“Kalau sampai Direct-to-Cell sih, itu benar-benar kita hulu ke hilir bisa habis. Sekarang yang pinggir-pinggir saja bisa ketakutan,” kata Arif di Jakarta, Jumat (31/5/2024).
Baca Juga: Starlink Luncurkan Direct to Call, Ini Kata Operator
Komentar
Posting Komentar