Dalih Google Ajukan Banding KPPU Kasus Monopoli Google Play Billing
![](https://akcdn.detik.net.id/visual/2020/11/12/google-play-store_169.jpeg?w=1200)
Rabu, 12 Feb 2025 16:00 WIB
Google menjelaskan ada kesalahpahaman mendasar tentang cara kerja bisnis Google Play Billing, Google Play disebut hanya satu dari banyak pilihan penyedia aplikasi. (iStockphoto/bizoo_n)
--
Google mengajukan banding atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang memberi sanksi denda Rp202,5 miliar kepada mereka di kasus monopoli terkait Google Play Billing. Mereka menyoroti manfaat yang diberikan Google Play kepada pengembang dan komitmennya terhadap program penagihan pilihan pengguna (UCB).
"Google Play dan Android memberikan nilai dan pilihan yang signifikan bagi Indonesia dan berkontribusi pada ekosistem aplikasi dan pengembang yang berkembang pesat. Putusan KPPU baru-baru ini mengandung banyak ketidakakuratan faktual tentang Google Play dan operasinya dalam ekosistem," tulis Brandon LeBlanc, Director of APAC Defense, Regulatory Affairs dalam sebuah keterangan di Blog Google, Senin (10/2).
Meski demikian, LeBlanc mengaku pihaknya akan tetap berkomitmen pada keterlibatan yang konstruktif dengan regulator Indonesia. Ia ingin memastikan fakta tentang bagaimana layanan Google beroperasi sebenarnya dipahami dengan benar.
"Itulah sebabnya kami dengan hormat mengajukan banding atas putusan tersebut, yang didasarkan pada kesalahpahaman mendasar tentang ekonomi aplikasi dan cara kerja bisnis kami," jelasnya.
LeBlanc mengatakan Android adalah ekosistem terbuka dan Google Play hanyalah salah satu dari banyak cara untuk mendapatkan aplikasi di Indonesia.
Putusan KPPU, katanya, memperlakukan Google Play sebagai satu-satunya cara bagi masyarakat Indonesia untuk menemukan dan mengakses aplikasi. Hal ini disebut mengabaikan banyak pilihan lain yang tersedia bagi konsumen di seluruh ekosistem seluler.
Para pengguna disebut bisa mengakses aplikasi dari toko aplikasi pihak ketiga dan unduhan langsung dari situs web para pengembang.
Selain itu, LeBlanc menyebut cara Google menjalankan Play Store telah mendukung ekosistem aplikasi yang sehat dan kompetitif di Indonesia.
"Google Play telah memberikan manfaat besar bagi konsumen dan pengembang lokal. Namun, KPPU gagal mempertimbangkan persaingan yang kuat seputar biaya layanan - yang terus kami turunkan," katanya.
"Di Indonesia, bagi pengembang yang menjual konten digital di aplikasi mereka, sebagian besar memenuhi syarat untuk biaya layanan sebesar 15 persen atau kurang," tambahnya.
Lebih lanjut, Google juga menyediakan sistem penagihan pilihan pengguna (UCB) untuk menjawab banyak kekhawatiran yang dipertimbangkan oleh KPPU, termasuk dengan menyediakan alternatif sistem penagihan Google Play dan memperluas metode pembayaran yang tersedia.
Google Play disebut mendukung banyak metode pembayaran dan merupakan toko aplikasi besar pertama yang mengizinkan pengembang menawarkan sistem pembayaran mereka sendiri.
LeBlanc menjelaskan UCB tersedia untuk pengembang aplikasi di Indonesia sejak 2022, dan Indonesia termasuk di antara negara pertama di dunia yang mendapat manfaat program ini.
Ia juga menyebut program percontohan UCB menawarkan pengurangan biaya layanan 4 persen untuk transaksi yang dilakukan menggunakan sistem pembayaran alternatif.
"Upaya banding kami akan mengangkat sejumlah keberatan tambahan, termasuk kekeliruan faktual, masalah prosedural, serta ketidakcukupan standar bukti yang diajukan," tegasnya.
"Kami memiliki keyakinan penuh terhadap posisi kami dan menantikan kesempatan untuk memberikan argumentasi kami selama proses hukum yang berjalan," pungkasnya.
Sebelumnya, KPPU memutuskan memberi sanksi denda sebesar Rp202,5 miliar kepada Google LLC terkait monopoli yang dilakukan perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) ini.
Putusan ini dikeluarkan KPPU setelah Google LLC ditetapkan melanggar beberapa pasal dalam peraturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Komisioner Hilman Pujana sebagai Ketua Majelis Komisi dalam putusan tersebut menjelaskan ada dua pasal yang dilanggar oleh Google LLC, yakni pasal 17 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; serta pasal 25 ayat 1 huruf b UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait unsur posisi dominan serta menghalangi konsumen memperoleh barang atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas.
Hilman meminta Google LLC untuk menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing (BPB) System dalam Google Play Store. Pihaknya juga menjatuhkan denda kepada Google LLC sebesar Rp 202,5 miliar.
(lom/fea)
Komentar
Posting Komentar