Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Ingin Cepat Kaya? Kerja, Jangan Judi - Kumpulan Informasi Teknologi Hari ini, Setiap Hari Pukul 16.00 WIB
    Home Amerika Serikat Featured Keuangan Digital QRIS

    Ekonomi: Keluhan AS Terhadap QRIS tidak Memiliki Dasar Kuat | Republika Online

    5 min read

     

    Ekonomi: Keluhan AS Terhadap QRIS tidak Memiliki Dasar Kuat | Republika Online

    Target utama QRIS adalah untuk mendorong inklusi keuangan, termasuk untuk UMKM.

    Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai keluhan Amerika Serikat (AS) terhadap Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) tidak memiliki dasar kuat. (ilustrasi)
    Dok Republika Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai keluhan Amerika Serikat (AS) terhadap Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) tidak memiliki dasar kuat. (ilustrasi)

    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai keluhan Amerika Serikat (AS) terhadap Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) tidak memiliki dasar kuat. Sebab, QRIS sejak awal dirancang sebagai instrumen untuk memperluas inklusi keuangan, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.

    Sponsored

    “Target utama QRIS adalah untuk mendorong inklusi keuangan, termasuk untuk UMKM. Jika (perusahaan) asing akan bergabung dengan QRIS, masih terbuka lebar, tinggal melakukan aplikasi ke BI (Bank Indonesia),” kata Wijayanto di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Sebagaimana diketahui, AS melalui Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menyampaikan keluhan terhadap QRIS. Mereka menilai pihak asing, termasuk penyedia jasa pembayaran dan bank asal AS, tidak dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan tersebut.

    Keluhan itu tertuang dalam dokumen National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang dirilis USTR pada 31 Maret 2025. Di dalamnya disebutkan bahwa para pemangku kepentingan (stakeholders) internasional tidak diberi ruang untuk menyampaikan pandangan atau menjelaskan cara sistem pembayaran mereka dapat diintegrasikan dengan kebijakan QRIS yang berlaku di Indonesia.

    “Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia jasa pembayaran dan bank, menyampaikan kekhawatiran bahwa selama proses perumusan kebijakan QRIS oleh BI, para pemangku kepentingan internasional tidak diberi informasi mengenai sifat perubahan yang mungkin terjadi, maupun kesempatan untuk menyampaikan pandangan mereka terkait sistem tersebut, termasuk bagaimana sistem itu seharusnya dirancang agar dapat terintegrasi secara optimal dengan sistem pembayaran yang sudah ada," tulis dokumen tersebut.

    Scroll untuk membaca

    Menanggapi hal itu, Wijayanto memandang salah satu alasan QRIS kurang diminati perusahaan sistem pembayaran global seperti Visa dan Mastercard adalah karena skema biaya transaksinya yang jauh lebih rendah. “Misalnya untuk UMKM, transaksi di bawah Rp 500 ribu fee-nya nol, bandingkan dengan VISA atau Mastercard yang bisa mencapai 1,8 persen sampai dua persen,” jelasnya.

    Selain itu, terkait dengan keluhan serupa terhadap sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), Wijayanto menegaskan bahwa regulasi yang ada justru mendorong kompetisi yang sehat. Dirinya memandang GPN tidak membatasi, justru membuka ruang bagi semua pemain termasuk perusahaan asal AS.

    Meski demikian, GPN dan QRIS memang menawarkan biaya jasa yang jauh lebih rendah dibanding pemain asing. "Bagi kita, GPN adalah sesuatu yang logis. Transaksi di Indonesia, dua pihak dari Indonesia, menggunakan rupiah, berlokasi di Indonesia. Sesungguhnya tidak ada alasan mengapa proses dan service-nya harus di luar negeri, selain mahal juga tidak efisien,” tuturnya.

    Maka dari itu, Wijayanto mengingatkan agar pemerintah Indonesia tetap bersikap tegas dalam menjaga kepentingan nasional yang bersifat mutlak dan tidak dapat dikompromikan. "Kita tidak perlu terlalu terprovokasi oleh permintaan AS. Namanya juga negosiasi, mereka pasti memulai dengan call yang tinggi, apalagi merasa di atas angin," katanya.

    Ia menyarankan agar tim negosiasi Indonesia tidak terburu-buru mengambil keputusan, terutama dalam menghadapi tekanan dari AS soal tarif dan kerja sama dagang. Adapun Bank Indonesia (BI) sebelumnya telah menanggapi kritik dari AS tersebut. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyebut, kerja sama dengan negara lain, termasuk dalam sistem pembayaran cepat lintas batas seperti QRIS, sepenuhnya tergantung pada kesiapan masing-masing negara.

    “Jadi kami tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa tidak?” ujar Destry dalam acara Edukasi Keuangan bagi Pekerja Migran Indonesia di Jakarta, Senin lalu (21/4/2025).

    Loading...

    sumber : Antara

    Berita Terkait

    Diprotes Presiden AS Donald Trump, QRIS Justru Mudahkan Transaksi Pelaku UMKM Yogya

    Kabar Jogja - 14 jam yang lalu

    Di Balik Protes GPN dan QRIS, Amerika Ketar-ketir Ekonomi Indonesia Melejit?

    Keuangan Ekonomi Syariah - 26 April 2025, 10:18

    Soal AS Kritik QRIS, Airlangga: RI Sudah Terbuka untuk Semua Operator

    Finansial - 25 April 2025, 16:14

    Negosiasi Tarif Indonesia-AS Singgung QRIS, Ini Penjelasan Airlangga

    Finansial - 25 April 2025, 12:10

    Negara Bagian AS Ramai-Ramai Gugat Trump, Sebut Perang Tarif Picu Kekacauan Ekonomi

    Internasional - 24 April 2025, 19:01

    Rekomendasi

    Komentar
    Additional JS