QRIS Diprotes AS, Hippindo: Konsumen Punya Hak Memilih Metode Pembayaran - Indonesiainside

Indonesiainside.id – Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menanggapi protes yang disampaikan oleh Amerika Serikat (AS) terkait dengan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Menurut Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, konsumen memiliki hak penuh untuk memilih metode pembayaran yang mereka sukai, termasuk QRIS yang belakangan ini dipermasalahkan oleh AS.
“Kalau dari pihak luar negeri mengatakan soal QRIS, itu kan pilihan konsumen, ya. Dia mau pakai apa, saya tidak bisa larang,” ujar Budihardjo saat ditemui di Jakarta pada Rabu (24/4/2025).
Menurut Budihardjo, penyedia layanan produk dan jasa seharusnya menyediakan berbagai opsi pembayaran bagi konsumen, seperti pembayaran tunai, kartu debit, kartu kredit, dan tentu saja, QRIS. Hal ini tidak hanya memudahkan konsumen dalam bertransaksi, tetapi juga memberikan keuntungan bagi pemilik usaha, karena metode pembayaran nontunai (cashless) dan digital lebih aman dan efisien.
“Retail itu ada (menyediakan opsi) kartu kredit, debit, dan sekarang sudah zaman digital. Yang jelas, mau QRIS mau apa pun, itu prinsipnya selama bisa membantu retailer untuk memudahkan penjualan dan mengamankan (transaksi dan penghitungan),” tambah Budihardjo.
Budihardjo juga menegaskan bahwa pembayaran digital, termasuk QRIS, pasti aman. Ia juga mencatat bahwa QRIS sangat mudah digunakan karena dapat diakses langsung lewat ponsel, tanpa perlu membawa dompet fisik. “Setiap orang ada handphone, handphone itu bisa scan, jadi sekarang tidak usah bawa dompet lagi,” katanya.
Sebelumnya, Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) mengajukan keluhan mengenai QRIS. Mereka menilai bahwa pihak asing, termasuk penyedia jasa pembayaran dan bank asal AS, tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan sistem pembayaran ini. Protes tersebut tercantum dalam dokumen National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang dirilis oleh USTR pada 31 Maret 2025.
Dalam laporan itu, disebutkan bahwa pemangku kepentingan internasional tidak diberikan ruang untuk menyampaikan pandangan mereka mengenai cara sistem pembayaran mereka dapat diintegrasikan dengan kebijakan QRIS yang berlaku di Indonesia.
Menanggapi keluhan tersebut, Bank Indonesia (BI) melalui Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti menegaskan bahwa kerja sama internasional terkait sistem pembayaran cepat lintas batas, seperti QRIS, sepenuhnya bergantung pada kesiapan masing-masing negara. BI menyatakan bahwa kebijakan ini dibuat untuk kepentingan dalam negeri dan untuk memperkuat sistem pembayaran nasional, sementara keterlibatan negara asing akan dipertimbangkan sesuai kebutuhan dan kesiapan sistem masing-masing negara. (Ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar