Nvidia Kehilangan Separuh Pasar China, CEO Jensen Huang Kritik Kebijakan Ekspor AS Halaman all - Kompas - Opsitek

Informasi Teknologi Pilihanku

demo-image

Post Top Ad

demo-image

Nvidia Kehilangan Separuh Pasar China, CEO Jensen Huang Kritik Kebijakan Ekspor AS Halaman all - Kompas

Share This
Responsive Ads Here

 Dunia Internasional,

Nvidia Kehilangan Separuh Pasar China, CEO Jensen Huang Kritik Kebijakan Ekspor AS Halaman all - Kompas

677cc793ce74d

KOMPAS.com – CEO Nvidia Jensen Huang mengkritik kebijakan kontrol ekspor Amerika Serikat terhadap China yang, menurutnya, justru merugikan industri kecerdasan buatan (AI) AS sendiri. Pernyataan ini ia sampaikan saat menghadiri pameran teknologi Computex 2025 di Taipei, Taiwan, pada Rabu (21/5/2025).

“Pasar China memiliki ekosistem yang dinamis dan penuh talenta. Jika AS ingin memimpin di bidang AI, maka penyebaran teknologinya harus dimaksimalkan, bukan dibatasi,” ujar Huang seperti dikutip dari Chosun Biz.

Huang mengungkapkan bahwa pembatasan ekspor telah menyebabkan kerugian besar bagi Nvidia, terutama setelah perusahaan tak lagi diizinkan mengirim chip H20 ke China. Produk tersebut sebelumnya merupakan satu-satunya chip AI Nvidia yang masih diperbolehkan masuk ke pasar China.

“Karena pembatasan ini, kami terpaksa menghapus persediaan chip senilai miliaran dolar dari pembukuan,” ujarnya. Jika dikonversi, nilai kerugian itu setara dengan pendapatan tahunan beberapa perusahaan semikonduktor, kata Huang.

Tanggapan Ketua Komnas HAM atas Wacana Soeharto Jadi Pahlawan

Baca juga: Kuasai AI atau Tertinggal: Seruan Bos Nvidia di Era Ekonomi Digital

Akibatnya, pangsa pasar Nvidia di China anjlok drastis, dari sekitar 95 persen menjadi hanya 50 persen. Sisanya kini dikuasai oleh perusahaan-perusahaan lokal. “Saya berharap lebih banyak model AI di China tetap dibangun dengan teknologi Nvidia,” tambahnya.

Menurut Huang, industri AI di China memiliki potensi besar secara global. “Lebih dari 50 persen peneliti AI dunia berada di China, dan mereka sangat kompeten,” ucapnya. Ia mencontohkan model AI DeepSeek, yang dikembangkan dengan teknologi Nvidia dan kini bersifat open-source.

Meski menghadapi tekanan regulasi, Nvidia tetap berupaya bertahan di pasar Tiongkok. “Ekosistem mereka sangat aktif. Kemampuan perangkat lunaknya kuat dan tidak kalah dari negara lain,” kata Huang.

Baca juga: Saham Apple, Amazon, Nvidia Melonjak Serentak, Magnificent 7 Panen Rp 13.800 Triliun

Namun, Nvidia kini menghadapi tantangan besar karena belum menemukan cara untuk menurunkan performa chip H20 agar sesuai dengan aturan ekspor terbaru yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump.

“Saya tidak tahu lagi bagaimana menurunkan performa H20 lebih jauh,” ujarnya.

Sebelumnya, pemerintahan Biden menerapkan aturan AI Diffusion Rule yang membatasi ekspor chip AI ke sejumlah negara di Timur Tengah. Namun, pada 13 Mei lalu, pemerintahan Trump secara resmi mencabut aturan tersebut.

“Jika ingin tetap memimpin di bidang teknologi AI, AS harus mendorong penyebaran teknologinya. Ini bukan hanya urusan Amerika,” kata Huang. Ia menegaskan bahwa pengembangan AI kini menjadi isu global, dan tak lagi hanya bergantung pada satu negara.

Departemen Perdagangan AS menyatakan bahwa pembatasan sebelumnya dikhawatirkan dapat merusak hubungan diplomatik karena menurunkan status perdagangan beberapa negara ke level dua. Pemerintah AS menyebut akan mengumumkan regulasi pengganti dalam waktu dekat.

Baca juga: CEO Nvidia: Investor Salah Paham, DeepSeek Bukan Ancaman

Dampak pada Saham Nvidia dan Prospek Bisnis

Harga saham Nvidia (NASDAQ: NVDA) pada penutupan perdagangan di Wall Street, Selasa (20/5/2025), berada di level 134,38 dollar AS atau sekitar Rp 2,22 juta per lembar (kurs Rp 16.500 per dollar AS).

Dikutip dari Investing.com, angka ini mencerminkan penurunan sebesar 0,88 persen dibandingkan hari sebelumnya. Dalam sehari, harga saham bergerak di rentang 132,62 hingga 134,58 dollar AS, sementara dalam 52 minggu terakhir berada di kisaran 86,62 hingga 153,13 dollar AS.

Penurunan harga ini dipicu kekhawatiran pasar terhadap pembatasan ekspor chip AI ke Tiongkok yang diberlakukan pemerintah AS.

Baca juga: Mengapa CEO Google Cemas dengan Tahun 2025?

Jensen Huang menyebut larangan tersebut berpotensi menghilangkan pendapatan hingga 15 miliar dollar AS atau sekitar Rp 247,5 triliun, angka yang lebih tinggi dari estimasi awal sebesar 10 miliar dollar AS.

“Larangan ini tentu berdampak pada pasar utama kami di Asia, khususnya China,” kata Huang seperti dikutip dari Barron’s.

Meski menghadapi tekanan, prospek bisnis Nvidia dinilai tetap cerah. Permintaan global terhadap chip AI terus meningkat, terutama dari perusahaan seperti xAI dan Tesla yang berencana membeli GPU dalam jumlah besar untuk proyek robotaxi dan robot humanoid.

Selain itu, dikutip dari Investors.com, Nvidia juga membuka ekosistem platform AI-nya bagi produsen chip lain seperti Qualcomm, sebagai bagian dari strategi ekspansi untuk memperluas jangkauan bisnis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Pages