Friday
8Aug2025
Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
Home Featured

Game Online Bukan Olahraga: Penjelasan Menkomdigi - Lampost

4 min read

 

Game Online Bukan Olahraga: Penjelasan Menkomdigi

Game Online Bukan Olahraga: Penjelasan Menkomdigi - Lampost | Opsitek-1
Game Online Bukan Olahraga: Penjelasan Menkomdigi - Lampost | Opsitek-2

Bandar Lampung (Lampost.co) — Pernyataan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, yang menegaskan bahwa game online tidak bisa dikategorikan sebagai olahraga konvensional karena tidak melibatkan aktivitas fisik langsung dan tidak menyebabkan pelakunya berkeringat, kembali memicu perdebatan sengit di masyarakat. Pernyataan ini muncul di tengah polemik terkait kebijakan pemerintah mengenai pengendalian penggunaan game online, terutama di kalangan pelajar.

Poin Penting:

  • Pemerintah ambil langkah keras dengan barak militer bagi pelajar kecanduan game
  • Esports Indonesia raih prestasi internasional dan terus berkembang pesat
  • Pernyataan Menkomdigi picu diskusi, netizen bandingkan esports dengan catur

Polemik Kebijakan Game Online dan Pembinaan Disiplin Pelajar

Isu penggunaan game online berlebihan oleh pelajar kembali menjadi perhatian publik setelah pemerintah mengambil langkah kontroversial, yakni memasukkan pelajar yang bermasalah ke barak militer sebagai bentuk pembinaan disiplin. Langkah ini mendapatkan tanggapan beragam dari kalangan pemerhati pendidikan, psikolog anak, hingga pelaku industri esports.

Sebagian pihak menilai pendekatan ini terlalu ekstrem dan tidak menyentuh akar permasalahan sebenarnya, yang lebih kepada kurangnya edukasi digital, pengawasan orang tua, serta akses tak terbatas terhadap konten digital. Namun, ada juga yang menilai bahwa disiplin militer bisa menjadi solusi efektif untuk mengatasi perilaku menyimpang akibat kecanduan game online.

Esports: Ladang Prestasi Nasional dan Internasional

10 Game Trending Saat Ini yang Populer di Steam - 4 Agustus 2025 - GamebroofBaca juga 10 Game Trending Saat Ini yang Populer di Steam - 4 Agustus 2025 - Gamebroof

Padahal, industri game online, terutama esports, telah berkembang pesat dan diakui secara global sebagai cabang kompetisi yang mampu mengharumkan nama bangsa. Atlet esports Indonesia sudah banyak menorehkan prestasi di tingkat nasional maupun internasional, membawa pulang medali dan mengangkat bendera Merah Putih di berbagai ajang bergengsi.

Keberhasilan para atlet ini menunjukkan bahwa game online tidak selalu berdampak negatif, melainkan dapat menjadi sarana pengembangan bakat dan karier profesional, asalkan dikelola dan didukung dengan baik. Beberapa tim esports Indonesia seperti EVOS Esports dan Bigetron Esports bahkan telah menjalin kerjasama internasional, memperkuat posisi Indonesia di kancah global.

Pernyataan Menkomdigi Meutya Hafid: Game Online Bukan Olahraga Konvensional

Menkomdigi Meutya Hafid menegaskan, game online tidak bisa dikategorikan sebagai olahraga dalam arti konvensional. Alasannya karena tidak melibatkan aktivitas fisik secara langsung dan tidak menyebabkan pelakunya berkeringat seperti olahraga pada umumnya. Pernyataan ini menimbulkan gelombang pro dan kontra. Terutama mengingat bahwa esports telah diakui sebagai olahraga digital oleh banyak negara dan lembaga internasional, termasuk Komite Olimpiade Internasional (IOC).

Sediakan Games Corner di Bandara, Upaya Kemenekraf Dukung Pengembangan Industri Gim Lokal - 0Koran Jakarta, Baca juga Sediakan Games Corner di Bandara, Upaya Kemenekraf Dukung Pengembangan Industri Gim Lokal - 0Koran Jakarta,

Ia juga menyoroti potensi adiksi game online, terutama pada anak-anak dan remaja. Menurut Menkomdigi, pemerintah berencana menetapkan batasan usia bagi pengguna maupun atlet game online sebagai langkah preventif untuk melindungi generasi muda dari risiko ketergantungan serta mengarahkan mereka dalam pemanfaatan teknologi secara bijak.

Reaksi dan Perbandingan Netizen: Catur Juga Bukan Olahraga “Fisik”?

Pernyataan Menkomdigi ini memicu diskusi luas di media sosial. Banyak netizen yang membandingkan game online dan esports dengan olahraga lain yang juga minim aktivitas fisik, seperti catur. Catur, yang telah lama diakui sebagai cabang olahraga resmi oleh IOC, juga tidak melibatkan aktivitas fisik berat atau berkeringat. Namun tetap dihormati sebagai olahraga karena memerlukan strategi, konsentrasi, dan mental kuat.

Beberapa komentar netizen menyindir bahwa jika standar olahraga hanya berdasarkan aktivitas fisik dan berkeringat, maka catur pun tidak layak disebut olahraga. Ada pula yang berpendapat bahwa definisi olahraga seharusnya diperluas mencakup aktivitas yang menuntut keterampilan, strategi, dan latihan intensif, termasuk esports.

Dukungan Kebijakan Perlindungan Anak dan Edukasi Digital

Tokoh politik Dedi Mulyadi turut mendukung rencana pemerintah untuk membuat Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tumbuh Kembang Anak (Tunas). Yang juga mengatur akses anak terhadap game online secara lebih bijak. Ia menekankan pentingnya menciptakan lingkungan digital yang sehat agar perkembangan mental dan emosional anak-anak dapat terjaga dengan baik.

Secara keseluruhan, kontroversi ini memperlihatkan kompleksitas fenomena game online. Di satu sisi, game dan esports membuka peluang prestasi dan karier baru. Di sisi lain juga menyimpan risiko adiksi dan perilaku negatif bila tidak dikendalikan.

Kesimpulan: Perlunya Pendekatan Holistik dalam Menyikapi Game Online

Polemik game online dan esports memerlukan pendekatan menyeluruh yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Mulai dari pemerintah, pendidik, orang tua, psikolog, dan pelaku industri kreatif digital. Literasi digital dan pengawasan yang tepat harus dikedepankan, bukan hanya sekadar pembinaan disiplin ekstrem.

Pemerintah dan masyarakat perlu bekerjasama untuk membangun ekosistem digital yang sehat dan produktif bagi generasi muda Indonesia. Ini agar potensi besar esports dan game online bisa dimanfaatkan tanpa mengorbankan kesejahteraan anak-anak dan remaja.

Komentar
Additional JS