Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Ingin Cepat Kaya? Kerja, Jangan Judi - Kumpulan Informasi Teknologi Hari ini, Setiap Hari Pukul 16.00 WIB
    Home Chromebook Featured Nadiem Makarim

    Membedah Alasan Nadiem Makarim Memilih Chromebook yang Kini Menjeratnya | Sindonews

    5 min read

     

    Membedah Alasan Nadiem Makarim Memilih Chromebook yang Kini Menjeratnya | Halaman Lengkap


    Nadiem berharap Chromebook menjadi laptop murah yang bisa mendukung pendidikan Indonesia. Foto: Sindonews/Aldi Chandra

    JAKARTA 

    - Di sebuah konferensi pers yang mengguncang panggung politik dan pendidikan Indonesia pada Kamis, 4 September 2025, nama Nadiem Anwar Makarim disebut. Bukan lagi sebagai menteri inovator, melainkan sebagai tersangka.

    Kejaksaan Agung menetapkannya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop dengan potensi kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun. Objek di jantung prahara ini? Sebuah perangkat sederhana yang pernah ia perjuangkan sebagai kunci revolusi pendidikan: Chromebook.

    Penetapan status hukum yang disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jampidsus, Nurcahyo Jangkung Madyo, sontak membuka kembali perdebatan sengit beberapa tahun silam. "Berdasarkan hasil pemeriksaan dan alat bukti yang sah, penyidik menetapkan satu orang tersangka baru, yakni Nadiem Makarim selaku Mendikbudristek periode 2019-2024," ujar Nurcahyo.

    Di balik tuduhan serius persekongkolan dan penyalahgunaan wewenang—termasuk pertemuan dengan pihak Google dan rapat daring pada 6 Mei 2020 untuk membahas proyek ini—terdapat sebuah visi besar yang pernah Nadiem tawarkan kepada bangsa.

    Untuk memahami bagaimana sebuah program pendidikan bisa berujung pada skandal triliunan rupiah, kita harus kembali ke pertanyaan fundamental: Mengapa Nadiem begitu bersikeras memilih Chromebook?

    Sebuah Ekosistem, Bukan Sekadar Laptop

    Di tengah krisis pandemi, Nadiem tidak hanya mencari laptop murah untuk dibagikan. Berdasarkan argumen yang pernah ia sampaikan, ia mencari sebuah ekosistem pendidikan digital yang terintegrasi, terkontrol, dan efisien.

    Chromebook, dengan sistem operasi Chrome OS besutan Google, dianggap sebagai jawaban paling rasional. Visi ini berdiri di atas tiga pilar utama.

    Pilar Pertama: Efisiensi Anggaran Skala Masif

    Argumen paling kuat yang selalu dikemukakan adalah biaya. Pertama, harga perangkat Chromebook diklaim 10% hingga 30% lebih terjangkau dibandingkan laptop Windows dengan spesifikasi setara.

    Kedua, dan ini yang paling signifikan, adalah penghematan dari lisensi sistem operasi. Chrome OS gratis, sementara lisensi Windows bisa menambah biaya Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta per unit. Untuk proyek pengadaan jutaan unit, penghematan ini bisa mencapai triliunan rupiah.

    Pilar Kedua: Benteng Digital untuk Melindungi Pelajar

    Ini adalah argumen yang paling menyentuh aspek sosial dan keamanan. Nadiem berulang kali menekankan bahwa keunggulan terbesar Chromebook adalah kemampuannya untuk dikelola secara terpusat oleh sekolah melalui Chrome Education Upgrade.

    "Terpenting dari kajian tersebut adalah kontrol terhadap aplikasi yang bisa ada di dalam Chromebook," beber Nadiem beberapa waktu silam. "Kontrol ini (bisa) untuk melindungi murid-murid dan guru-guru kita dari pornografi, judi online, dan digunakan untuk gaming dan lain-lain."

    Fitur ini memungkinkan administrator sekolah untuk memblokir situs-situs terlarang dan hanya mengizinkan aplikasi pendidikan, sebuah "benteng digital" yang tidak ditawarkan secara bawaan oleh laptop konvensional tanpa biaya tambahan.

    Pilar Ketiga: Kesederhanaan

    Untuk lingkungan pendidikan, terutama di tingkat dasar, kesederhanaan adalah segalanya. Chromebook dirancang untuk itu: menyala dalam hitungan detik, antarmuka yang intuitif, dan baterai yang mampu bertahan 8 hingga 12 jam—cukup untuk seharian belajar tanpa perlu mencari colokan.

    Visi yang Diterjemahkan ke Spesifikasi Minimum
    Membedah Alasan Nadiem Makarim Memilih Chromebook yang Kini Menjeratnya

    Visi ini kemudian diterjemahkan ke dalam spesifikasi teknis minimum untuk pengadaan, yang umumnya mencakup:

    Prosesor: Intel Celeron atau setara (minimal 2 core, frekuensi ≥ 1,1 GHz)

    RAM: 4 GB DDR4

     

    Penyimpanan: 32 GB (eMMC atau setara)

     

    Layar: 11 inci LED

     

    Sistem Operasi: Chrome OS dengan lisensi Chrome Education Upgrade siap diaktivasi.

    Spesifikasi ini, di atas kertas, sejalan dengan filosofi Chromebook: perangkat ringan untuk mengakses ekosistem Google Workspace dan aplikasi berbasis web.

    Benturan Keras dengan Realitas Lapangan

    Namun, visi yang terdengar ideal ini berbenturan keras dengan realitas di lapangan dan kini, di ranah hukum. Kritik tajam yang dulu hanya menjadi perdebatan publik kini menjadi bagian dari materi penyidikan.

    Pertama, harga satuan per unit dianggap janggal dan tidak transparan, diduga lebih tinggi dari harga pasar untuk spesifikasi serupa.

    Kedua, spesifikasi minimalis itu dianggap tidak memadai untuk kebutuhan jangka panjang, terutama bagi siswa SMK yang membutuhkan perangkat lunak desain atau pemrograman yang berat.

    Dan yang paling fatal, ketergantungan mutlak pada koneksi internet membuat Chromebook menjadi tidak berguna di ribuan sekolah di wilayah 3T yang infrastruktur digitalnya masih tertinggal. Visi sebuah ekosistem online terpadu menjadi ilusi di hadapan kenyataan sinyal yang putus-nyambung.

    Pada akhirnya, Chromebook yang pernah digadang-gadang Nadiem sebagai alat pembebas dan pemerataan pendidikan, kini menjadi bukti dalam kasus yangmenjeratnya.

    (dan)

    Komentar
    Additional JS