TikTok Matikan Live Streaming, Pengamat: Langkah Wajar Cegah Risiko Sosial - Kontan
Internet, Media sosial
TikTok Matikan Live Streaming, Pengamat: Langkah Wajar Cegah Risiko Sosial
Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat hubungan internasional Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah menilai, langkah TikTok menghentikan layanan live streaming di Indonesia sejak Sabtu (30/8/2025) pukul 20.40 WIB merupakan kebijakan yang wajar.
Keputusan ini diambil menyusul maraknya aksi massa yang disiarkan langsung melalui platform tersebut.

Rezasyah mengingatkan adanya risiko skenario terburuk seperti gelombang Arab Spring pada 2010 di Timur Tengah, ketika media sosial digunakan pihak asing untuk menggerakkan massa menentang pemerintah.
“Mayoritas masyarakat Indonesia masih kurang kritis. Opini populer yang dibuat sembarangan melalui TikTok bisa cepat menyebar, berpotensi menjadikan masyarakat brutal, dan merusak tatanan sosial,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (1/9/2025).
Menurutnya, meski situasi saat ini cukup sulit dikendalikan, pemerintah masih memiliki posisi yang relatif kuat.

4 Emiten Ini Bakal Tebar Dividen, Cek Besaran dan Jadwalnya
Ada beberapa faktor yang mendukung, antara lain figur Presiden Prabowo Subianto yang dihormati lintas generasi dan profesi, tidak adanya tokoh sentral di kalangan demonstran, serta lemahnya isu bersama yang diusung dalam aksi.
Selain itu, pemerintah dinilai sudah mampu mengidentifikasi sumber pendanaan dan dukungan intelektual, baik dari dalam maupun luar negeri, serta siap mengambil langkah tegas sesuai koridor hukum.
Rezasyah menekankan, fitur live streaming di tengah kondisi politik yang sensitif bisa sangat membahayakan.
Fitur ini berpotensi memecah belah bangsa melalui isu-isu populer yang menyesatkan, mempermainkan emosi masyarakat di berbagai wilayah, bahkan melemahkan persatuan pemerintah.
"Tanpa pengendalian yang baik, live streaming bisa memicu lahirnya pemerintahan baru yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945," tegasnya.
Meski demikian, Rezasyah menilai media sosial tetap memiliki potensi positif sebagai sarana memperkuat persatuan nasional, asalkan dikelola secara profesional, bertanggung jawab, dan beretika.
Namun, hingga saat ini Indonesia belum memiliki regulasi khusus yang mengatur operasional media sosial. Celah hukum tersebut, ditambah rendahnya literasi digital masyarakat, membuat berbagai informasi mudah dipercaya tanpa proses verifikasi.
Sebagai solusi, ia mengusulkan pembentukan Undang-Undang Media Sosial (UUMS). Menurutnya, regulasi ini sebaiknya dirancang dengan pendekatan kombinasi top-down dan bottom-up agar tetap demokratis, berbasis hukum, serta mengambil referensi terbaik dari praktik dalam maupun luar negeri.
"Penyusunan UUMS harus melibatkan pihak-pihak yang dipilih secara demokratis, tanpa intervensi kekuatan politik, sosial-budaya, maupun finansial," pungkasnya.
Menarik Dibaca: Spesifikasi Lengkap iPhone 11: Layarnya Luas, Kamera Ganda & Performa Oke
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News