Penelitian di Indonesia Mulai Soroti Pemanfaatan AI di Bidang Kesehatan - Beritasatu
Penelitian di Indonesia Mulai Soroti Pemanfaatan AI di Bidang Kesehatan
Jakarta, VIVA – Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) semakin menonjol dalam riset kesehatan di Indonesia. Tren ini terlihat jelas pada ajang Ristek Kalbe Science Awards (RKSA) 2025, di mana dua dari tiga penelitian terpilih mengusung inovasi berbasis AI untuk meningkatkan akurasi diagnosis dan memperluas akses layanan medis.
Dari total 420 judul penelitian yang dikurasi, tiga riset dipilih menerima pendanaan pengembangan dan diumumkan pada Rabu 3 Desember 2025, di Auditorium Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Scroll untuk informasi selengkapnya!
Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk, Irawati Setiady, menyebut bahwa penguatan riset nasional membutuhkan jembatan antara dunia akademik dan industri.
“Indonesia memiliki banyak potensi inovasi sains dan teknologi. Melalui RKSA, kami menjembatani sinergi antara industri dan peneliti sekaligus mempercepat hilirisasi,” ujarnya.
AI untuk Diagnostik Kulit dan Skrining Jantung
Salah satu penelitian yang mendapat perhatian adalah proyek Achmad Himawan dari Universitas Hasanuddin. Ia mengembangkan sistem AI-assisted diagnostics untuk dermatitis atopik melalui analisis foto dan biomarker transdermal, yang ditargetkan dapat menggantikan metode klinis konvensional.
Sementara itu, Aulia Arif Iskandar dari Swiss German University merancang perangkat EKG portabel dengan teknologi AI guna melakukan skrining penyakit kardiovaskular secara real-time. Inovasi ini dinilai dapat membantu pemeriksaan dini di wilayah yang belum memiliki fasilitas kesehatan memadai.
Penelitian ketiga datang dari Dr. Widiastuti Setyaningsih dari Universitas Gadjah Mada, yang fokus pada hilirisasi tablet effervescent kombucha rosella sebagai minuman fungsional antidiabetik. Ia turut mengintegrasikan teknologi AI-NIR untuk pengendalian mutu produk secara real-time.
Penilaian Berbasis Kesiapan Hilirisasi
Ketua Dewan Juri RKSA 2025, Prof. Dr. Amin Soebandrio, menegaskan bahwa penelitian yang terpilih tidak hanya harus inovatif, tetapi juga siap menuju tahap hilirisasi.
“Potensi kesuksesan inovasi dipengaruhi oleh pengaplikasiannya dan pemahaman perspektif regulasi. Demi memastikan seluruh aspek dipertimbangkan secara matang, hasil penelitian siap dihilirisasi hingga dipasarkan, proses penjurian RKSA dirancang secara holistik,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa proses pemantauan akan terus dilakukan terhadap para penerima dana penelitian.
Kolaborasi Pentahelix untuk Penguatan Riset
Selaras dengan kebutuhan ekosistem riset yang lebih kokoh, RKSA 2025 menerapkan kolaborasi pentahelix yang melibatkan akademisi, pemerintah, industri, komunitas, dan media.
Ketua Panitia, Jimmy Susanto, menyebut bahwa pendekatan ini diperlukan untuk mempercepat komersialisasi hasil riset.
“Tujuan keterlibatan ini adalah memastikan hasil riset dapat dibawa ke tahap komersialisasi sehingga bermanfaat bagi masyarakat luas,” ujarnya.
Komitmen untuk Riset Kesehatan Nasional
Melalui RKSA yang telah berlangsung sejak 2008, dukungan terhadap peneliti Tanah Air diharapkan dapat melahirkan inovasi yang relevan bagi masyarakat. Tahun ini, keberadaan dua proyek berbasis AI memperlihatkan arah baru yang semakin kuat dalam perkembangan riset medis di Indonesia.
Irawati menegaskan kembali harapan tersebut.
“Kami berharap proses hilirisasi ini dapat menghasilkan produk serta jasa yang mampu menyehatkan bangsa Indonesia,” pungkasnya.