Ramai-ramai 'Bandar' Kripto Bangkrut, Gimana Nasib Investor? - CNBC Indonesia

 

Ramai-ramai 'Bandar' Kripto Bangkrut, Gimana Nasib Investor?

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
Tech
15 July 2022 07:30
Ilustrasi Cryptocurrency (Photo by Art Rachen on Unsplash)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hedge fund kripto global yang berbasis di Singapura, Three Arrows Capital, resmi mengajukan kondisi bangkrut.

Kejatuhan harga cryptocurrency telah membuat perusahan bermasalah. Bila dulu perusahaan ini mengelola aset US$10 miliar atau setara Rp 150 triliun (asumsi Rp 15.000/US$), kini, dua founder Three Arrows Capital harus bersembunyi dari kreditur yang marah.

Para kreditur tersebut mencoba untuk menarik sebagian dana guna menutupi kerugian mereka.

Kejadian ini membuat seorang hakim federal di pengadilan New York memerintahkan membekukan aset yang tersisa milik Three Arrows Capital. Hakim bernama Martin Glenn mengabulkan mosi darurat untuk membekukan aset perusahaan kripto tersebut.

Dalam keputusannya, Martin Glenn memerintahkan hanya likuidator kepailitan yang ditugaskan memiliki wewenang untuk mengalihkan, membebani, atau dengan cara lain melepaskan aset debitur yang berada di dalam yuridiksi teritorial Amerika Serikat, tulis putusan itu, seperti dikutip dari CNBC International, Jumat (15/7/2022).

Sebagai bagian dari keputusan itu, firma penasihat global Teneo, yang ditugaskan untuk mengelola likuidasi, juga diberikan izin untuk memanggil Co-founder Three Arrows Zhu Su dan Kyle Davies, serta bank, bursa kripto, dan lembaga serta perusahaan lain yang melakukan bisnis dengan perusahaan.

Perhatian utama dalam kasus Three Arrows, juga dikenal sebagai 3AC, adalah pemimpin perusahaan mungkin menyedot dana sebelum likuidasi formal.

Coindesk melaporkan bahwa Zhu Su ingin menjual propertinya di Singapura senilai US$35 juta, dan ada laporan tentang setidaknya satu transfer aset digital lainnya dari non-fungible token (NFT) yang dipegang oleh perusahaan.

"Bagian penting dari mosi ini adalah untuk memberi tahu dunia bahwa likuidator yang mengendalikan aset debitur pada tahap ini," kata Adam Goldberg, seorang pengacara yang mewakili Teneo.

Zhu Su dan Kyle Davies tidak menanggapi permintaan komentar. Pengacara mereka, Christopher Anand Daniel dari Advocatus Law yang berbasis di Singapura, juga tidak menanggapi permintaan komentar CNBC International.

Goldberg, dari firma hukum Latham & Watkins, mengatakan likuidator sedang mencari dokumen seperti laporan rekening dan informasi dompet digital.

Alasan utama tindakan agresif tersebut adalah keberadaan fisik Zhu Su dan Kyle Davies "saat ini tidak diketahui", menurut pengacara yang mewakili kreditur.

Dua founder 3AC sulit dihubungi investor

Su Zhu, Co-founder Three Arrows Capital
Foto: dok Twitter Su Zhu
Su Zhu, Co-founder Three Arrows Capital

Para kreditur juga menuduh bahwa likuidator di Singapura menemukan bahwa kantor 3AC kosong, kecuali beberapa layar komputer yang tidak aktif.

Tetapi setelah hampir sebulan absen dari Twitter, Zhu Su muncul di Twitter pada Selasa pagi, menulis bahwa upaya perusahaan untuk bekerja sama dengan kreditur telah disambut dengan "umpan".

Dari akun terverifikasinya, Zhu Su membagikan tangkapan layar email yang dikirim oleh pengacaranya kepada penasihat yang mewakili likuidator. Dalam pesan tersebut, pengacara menulis bahwa keluarga pendiri telah menerima ancaman kekerasan fisik.

Dia juga mengatakan Zhu dan Davies telah bekerja di bawah banyak tekanan waktu, dan mencatat bahwa mereka harus mengajukan pertanyaan dari Otoritas Moneter Singapura pada minggu lalu.

Dalam email tersebut, Daniel, pengacara mereka, mengatakan dia melampirkan spreadsheet dengan perincian aset perusahaan dan mengatakan mereka akan memberikan informasi tambahan tentang aset perusahaan "secara bergulir".

CNBC meminta spreadsheet kepada Daniel, tetapi tidak mendapat tanggapan. Goldberg mengatakan selama persidangan bahwa informasi yang diberikan kepada timnya "sama sekali bukan bentuk kerja sama yang memadai".

Nic Carter dari Castle Island Ventures, yang berinvestasi di perusahaan berbasis blockchain, mengatakan prosesnya pada akhirnya bisa memakan waktu bertahun-tahun.

"Saya tidak akan menahan napas untuk melihat situasinya terselesaikan," kata Carter.

"Saya akan sangat prihatin tentang disposisi aset dan mencoba untuk melepaskan mereka atau mungkin mengambil alih aset yang terutang kepada kreditur, dan menyedot dana mereka keluar dari proses untuk penggunaan pribadi."

Carter mengatakan kasus ini sangat kompleks karena melibatkan entitas di Dubai, Singapura dan tempat lain di luar negeri.

"Tingkat koordinasi yang diperlukan untuk menyatukan proses hukum di sini sangat signifikan." pungkasnya.

Baca Juga

Komentar

Baca Juga (Konten ini Otomatis dan tidak dikelola oleh kami)