Aturan buat Social Commerce Harus Dikebut, Pengamat: Jangan Tunggu Hancur Dulu! - detikFinance

 

Aturan buat Social Commerce Harus Dikebut, Pengamat: Jangan Tunggu Hancur Dulu!

By Samuel Gading
finance.detik.com
September 22, 2023
Ilustrasi UMKM - Foto: Shutterstock
Ilustrasi UMKM - Foto: Shutterstock
Jakarta -

Pemerintah diminta mempercepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan no 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Karena revisi ini bakal jadi aturan main bagi berbagai social commerce dan untuk melindungi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Tapi revisi peraturan itu saja dinilai tidak cukup menangani persoalan yang ada. Pakar keterbukaan informasi publik dan perlindungan data pribadi Alamsyahz Saragih, mengatakan bahwa revisi PPMSE tidak cukup kuat untuk menangani persoalan social commerce.

Hal ini disebabkan, karena Permendag PPMSE baru fokus menangani pembatasan harga produk minimal yang boleh diimpor langsung dan mewajibkan e-commerce untuk bertanggung jawab menjaga kepatuhan produsen yang memanfaatkan platform e-commerce.

"Kita perlu menunjuk institusi tertentu untuk melakukan pengawasan praktik perdagangan melalui e-commerce yang tidak fair, proaktif maupun pasif (berdasarkan laporan). Bukan hanya aspek legalitas. Pendekatan manajemen risiko dan kewenangan mengakses informasi ke semua pelaku diperlukan untuk institusi ini," ucap Komisioner Ombudsman periode 2016 - 2021 itu saat dihubungi, Jumat (22/9/2023).

Dia menilai persoalan social commerce maupun e-commerce existing tidak bisa dilihat sebagai infrastruktur digital yang mengantongi izin dari pemerintah selaku penyelenggara semata. Sebab, hal itu tidak menjadi jaminan bahwa praktik berusaha yang berlangsung bakal berjalan adil.

Kehadiran institusi yang berwenang mengawasi perdagangan digital diperlukan untuk melakukan audit berkala. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa praktik persaingan usaha yang berlangsung sehat.

"Sehingga tidak mematikan UMKM atau produsen dalam negeri dengan cara yang tidak fair. Masa untuk nikel Pemerintah bisa tegas, (tapi) untuk melindungi UMKM dalam negeri dari Tiktok Shop yang punya impact ke UMKM tidak?" imbuhnya.

Dia mengungkapkan dalam menyusun peraturan pemerintah harus lebih tajam dan luas agar bisa efektif. Misalnya mengatur dan memanfaatkan algoritma. "Kemungkinan substansi belum sampai ke sana. Hal lain mungkin pihak TikTok berhasil meyakinkan bahwa kehadiran mereka justru menguntungkan kepentingan nasional. Saran saya lakukan sesuatu konsultasi melibatkan stakeholder yang lebih luas sebelum disahkan, agar kemanfaatan bisa lebih dipastikan sebelum disahkan," jelas dia.

Menurutnya karena persoalan ini lintas dimensi, maka mulai dari pihak terdampak negatif hingga yang diuntungkan harus diajak untuk membahas peraturan bersama instansi terkait. Hal lain, tidak perlu terlalu khawatir tentang dampak terhadap politik dagang luar negeri.

"Karena hari ini isu digital marketing dan pemanfaatan algoritma ini sudah menjadi isu internasional. Pemerintah bisa menjadi inisiator untuk melakukan pertemuan-pertemuan multilateral dalam isu ini. Yang terpenting, kepentingan nasional kita untuk melindungi UMKM terlaksana lebih cepat. Jangan sampai sudah hancur baru mulai berinisiatif," jelas dia.

Menurut dia berkaitan dengan TikTok Shop yang punya impact ke UMKM, Pemerintah perlu berani dan tegas. "Masa untuk nikel Pemerintah bisa tegas, untuk melindungi UMKM dalam negeri tidak?," tambah dia.

Sebelumnya Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 50 Tahun 2020 tentang Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik telah selesai direvisi.

"Permendagnya kan sebentar lagi jadi, tunggu aja. Minggu depan (selesai)," ujar dia di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (22/9/2023).

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim mengatakan TikTok Shop sebagai social commerce tidak akan dilarang. Namun, dalam revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020, akan diatur perizinan untuk social commerce itu sendiri.

detik.com berupaya meminta tanggapan kepada Head of Communication TikTok Indonesia Anggini Setiawan via aplikasi pesan singkat. Kendati demikian, ia menjelaskan pihaknya belum bersedia memberi tanggapan terhadap hal tersebut.


(kil/kil)

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Tekno 


 Postingan Lainnya 

Baca Juga (Konten ini Otomatis dan tidak dikelola oleh kami)