Waspada Perkosaan Virtual di Metaverse, Butuh Aturan Hukum Baru - detik

 

Waspada Perkosaan Virtual di Metaverse, Butuh Aturan Hukum Baru

Rachmatunnisa - detikInet
Senin, 08 Jan 2024 20:15 WIB
Ilustrasi metaverse
Waspada Perkosaan Virtual, Aturan Hukum Diperlukan. Foto: Dok. Ciena
Jakarta-

Sebagaimana kejahatan lain yang merambah ke ranah digital, tindak perkosaan pun kini bisa terjadi di ruang virtual. Ada kejahatan pemerkosaan di Metaverse yang terjadi untuk pertama kalinya ini menimpa seorang remaja putri di Inggris.

Pihak kepolisian saat ini sedang menyelidiki kasus yang melaporkan gadis berusia di bawah 16 tahun tersebut 'diserang' dalam video game berbasis virtual reality (VR) atau realitas virtual.

Meski tidak mengalami luka fisik karena perkosaan terjadi secara virtual (korban memakai headset VR), serangan tersebut tetap berdampak parah pada psikis korban.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gadis itu dilaporkan menjadi depresi dan putus asa setelah avatarnya (karakter digital di game) diperkosa beramai-ramai oleh orang yang tak ia kenal di dunia maya.

Pendamping korban mengatakan, gadis itu menderita trauma psikologis dan emosional yang sama seperti orang yang diperkosa di dunia nyata, karena pengalaman VR dirancang untuk benar-benar mendalam.

Seperti dikutip dari Daily Mail, Senin (8/1/2024) ini adalah pertama kalinya di Inggris, dan mungkin di dunia, terjadi sebuah pelanggaran seksual secara virtual yang diselidiki oleh polisi.

Sisi Gelap Dunia Virtual

Headset VR menjadi hadiah populer di Inggris pada musim liburan Natal 2023. National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC) memperkirakan, 15% anak-anak berusia antara lima hingga sepuluh tahun, telah menggunakan satu headset dan 6% menggunakan perangkat tersebut setiap hari.

Dipimpin oleh salah satu pendiri Facebook Mark Zuckerberg, perusahaan teknologi yang dipimpinnya berupaya menarik masyarakat digital, baik tua maupun muda, menuju dunia virtual Metaverse. Dunia Metaverse menjual kesempatan untuk menjalani kehidupan fantasi digital.

Gadis dalam kasus perkosaan virtual ini menjadi contoh memilukan bagaimana sisi gelap dunia virtual memakan korban. Ia sedang berada di ruangan virtual bersama sejumlah besar sesama pengguna saat terjadi penyerangan virtual yang dilakukan oleh beberapa pria dewasa.

Menindak Penjahat Mesum Metaverse

Para pemimpin kepolisian di Inggris kini menyerukan undang-undang untuk mengatasi gelombang pelanggaran seksual di ranah tersebut, dan mengatakan bahwa taktik petugas pun harus berevolusi guna memerangi para penjahat mesum yang menggunakan teknologi baru untuk mengeksploitasi anak-anak.

Kasus penting ini juga menimbulkan pertanyaan apakah polisi harus melakukan tindak pidana, mengingat polisi dan jaksa saat ini sedang berjuang dengan banyaknya kasus pemerkosaan di dunia nyata, dan apakah penyerangan tersebut harus dituntut berdasarkan undang-undang yang berlaku saat ini.

Pimpinan Council's Child Protection and Abuse Investigation Ian Critchley, memperingatkan bahwa Metaverse menciptakan pintu gerbang bagi predator untuk melakukan kejahatan mengerikan terhadap anak-anak.

Rincian kasus realitas maya yang luar biasa ini dirahasiakan untuk melindungi anak yang menjadi korban, di tengah kekhawatiran bahwa karena beberapa alasan, penuntutan tidak dapat dilakukan.

Seorang perwira senior yang ikut menangani kasus ini mengatakan, "Anak ini mengalami trauma psikologis yang sama dengan seseorang yang diperkosa secara fisik. Terdapat dampak emosional dan psikologis pada korban yang memiliki dampak jangka panjang dibandingkan cedera fisik apa pun."

"Hal ini menimbulkan sejumlah tantangan bagi penegakan hukum mengingat undang-undang yang ada saat ini tidak dirancang untuk hal ini," tegasnya.

Ada sejumlah serangan seksual yang dilaporkan di Horizon Worlds, sebuah game VR gratis yang dijalankan oleh pemilik Facebook, Meta.

Ketua Association of Police and Crime Commissioners Asosiasi Polisi Donna Jones mengatakan bahwa perempuan dan anak-anak berhak mendapatkan perlindungan yang lebih besar.

"Kita perlu memperbarui undang-undang kita karena mereka belum bisa mengimbangi risiko bahaya yang berkembang dari kecerdasan buatan dan pelanggaran terhadap hukum pada platform seperti Metaverse," ujarnya.

"Pemerintah perlu mempertimbangkan perubahan undang-undang untuk melindungi perempuan dan anak-anak dari bahaya di lingkungan virtual ini," tambahnya.

Seorang petugas polisi senior lainnya mengatakan bahwa pelanggaran seksual di Metaverse saat ini merajalela. Namun sejauh ini belum ada penuntutan di Inggris atas pelanggaran tersebut, meskipun polisi menerima laporan potensi pelanggaran lainnya.

Polisi yakin perkembangan game telah membuka jalan baru bagi kejahatan dunia maya, termasuk perampokan virtual, ransomware, penipuan, dan pencurian identitas.

Namun undang-undang saat ini belum mencakup pemerkosaan di Metaverse karena kekerasan seksual didefinisikan dalam Undang-Undang Pelanggaran Seksual sebagai sentuhan fisik terhadap orang lain secara seksual tanpa persetujuan mereka.

Sifat Metaverse juga mengaburkan batas geografis, sehingga sulit untuk menentukan lembaga penegak hukum mana yang memiliki yurisdiksi atas insiden tertentu ketika pengguna dan pelaku berada di negara berbeda.

"Disahkannya UU Keamanan Online sangat penting dalam hal ini, dan kita harus melihat lebih banyak tindakan dari perusahaan teknologi untuk berbuat lebih banyak demi menjadikan platform mereka aman," Critchley menambahkan.



Simak Video "Meta Suguhkan Headset Meta Quest 3 Jelang Debut VR Apple"

(rns/fay)

Komentar

Baca Juga (Konten ini Otomatis dan tidak dikelola oleh kami)

Antarkabarid

Arenanews

Berbagi Informasi

Kopiminfo

Liputan Informasi 9

Media Informasi

Opsi Informasi

Opsiin