Google Diduga Monopoli hingga Disidang KPPU, Ini 4 Faktanya - detik

 

Google Diduga Monopoli hingga Disidang KPPU, Ini 4 Faktanya

Jakarta 

-

Raksasa digital global yakni Google mulai disidang oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada Jumat (28/6/2024). Anak perusahaan Alphabet itu diduga melakukan monopoli dalam aktivitasnya.

Kepala Kepaniteraan Sekretariat KPPU Akhmad Muhari mengatakan bahwa persidangan sempat tertunda lantaran belum lengkapnya surat kuasa terlapor dalam pemeriksaan pendahuluan I yang dilakukan pada 20 Juni 2024.

Pada Jumat (28/6), sidang dilaksanakan dengan agenda pemaparan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) oleh Investigator yang diketuai oleh Hilman Pujana dan beranggotakan Mohammad Reza serta Eugenia Mardanugraha.

"Dalam paparannya, Investigator menyampaikan bahwa telah terdapat cukup bukti atas terjadinya pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 oleh Google LLC sebagai Terlapor khususnya ketentuan yang diatur dalam Pasal 17, 19 huruf a dan huruf b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a dan huruf b," ucap Akhmad dalam keterangan resmi di situs KPPU, Jumat (28/6/2024). Berikut adalah fakta-faktanya:

1. Gara-Gara Sistem Billing

Dalam persidangan, Google LLC diwakili oleh kuasa hukum. KPPU pun menjelaskan bahwa perusahaan diduga melakukan monopoli karena mewajibkan perusahaan yang mendistribusikan aplikasi lewat Google Play Store menggunakan Google Play Billing (GPB) System. Google disebut bakal memberi sanksi jika perusahaan tidak menggunakan GPB System dengan menghapus aplikasi dari Google Play Store.

GPB sendiri adalah metode atau pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchase) yang didistribusikan Google Play Store di Indonesia. Lewat GPB, Google mengenakan tarif layanan (fee) kepada aplikasi sebesar 15-30%. Ada berbagai aplikasi yang wajib menggunakan GPB, mulai dari permainan, konten, aplikasi jasa penyimpanan data, produktivitas, dan lainnya.

"Kebijakan penggunaan GPB tersebut mewajibkan aplikasi yang diunduh dari Google Play Store harus menggunakan GPB sebagai metode transaksinya, dan penyedia konten atau pengembang (developer) aplikasi wajib memenuhi ketentuan yang ada dalam GPB tersebut," terang Akhmad.

2. Tidak Buka Ruang Pembayaran Alternatif

Di sisi lain, Investigator juga menemukan bahwa Google tidak memperbolehkan penggunaan alternatif pembayaran lain di GPB. Kebijakan GPB berlaku efektif pada 1 Juni 2022. Aplikasi yang tidak mematuhi kebijakan tersebut bakal dihapus oleh Google Play Store. Sementara Google Play Store adalah platform distribusi aplikasi terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar 93%.

"Sehingga, atas beberapa kebijakan yang diberlakukan oleh Google LLC tersebut Investigator menganalisa adanya dampak terhadap persaingan usaha. Investigator juga menyebut bahwa akibat perilaku Google LLC melalui kebijakan-kebijakannya, menimbulkan hambatan pasar jasa penyediaan pembayaran, hilangnya pilihan pembayaran bagi konsumen, serta adanya penurunan pendapatan developer Indonesia yang dibarengi dengan kenaikan pendapatan terlapor," lanjut Akhmad.

Akhmad lalu menjelaskan bahwa setelah mendengarkan paparan LDP dari Investigator KPPU sekaligus pemeriksaan kelengkapa dan kesesuaian alat bukti, Majelis Komisi KPU bakal melanjutkan persidangan berikutnya pada 16 Juli 2024 di Kantor KPPU. Persidangan bakal membahas agenda penyampaian tanggapan Google terhadap LDP.

3. Google Siap Transparan

Perusahaan pun buka suara terhadap isu tersebut. Direktur Google Play APAC Scaled Partner Management & Ecosystem Partnerships, Kunal Soni, mengatakan pihaknya menyambut baik panggilan dari KPPU. Kunal menjelaskan bahwa perusahaan bakal transparan dalam proses persidangan tersebut.

"Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat ini sedang meninjau operasi Google Play dan kami menyambut baik kesempatan untuk berkolaborasi dengan KPPU, sambil menunjukkan transparansi dan pilihan yang Android dan Google Play tawarkan bagi para pengembang dan pengguna, sekaligus menjelaskan bagaimana platform kami telah mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia," kata Kunal dikutip dari situs resmi Google, Sabtu (29/6/2024).

Kunal lalu menjelaskan bahwa Indonesia selalu menjadi wilayah penting bagi perusahaan. Indonesia bahkan menjadi salah satu negara Asia Tenggara yang dipilih Google untuk mendirikan kantor.

Sejak hadir pada 2011, Kunal mengatakan bahwa para developer di indonesia telah meraih kesuksesan besar di platform Google. Kini, terdapat lebih dari 10.400 pengembang Indonesia yang aktif mengelola 33.800 aplikasi live di Google Play.

"Menghasilkan sekitar 197.000 lapangan pekerjaan langsung, tidak langsung, dan terkait di tingkat lokal," jelasnya.

Setelah menjelaskan hal tersebut, Kunal kemudian menjelaskan beberapa poin terhadap isu yang ada. Pertama, ia mengatakan sistem penagihan Google Play memungkinkan pengembang Indonesia untuk bertransaksi secara aman dan lancar dengan pengguna di lebih dari 190 negara di seluruh dunia.

Ia menuturkan Google Play bekerja sama dengan berbagai penyedia layanan pemrosesan pembayaran untuk memungkinkan konsumen membeli aplikasi dan konten digital. Salah satunya termasuk melalui e-Wallet lokal seperti Dana dan GoPay, serta operator telekomunikasi seperti Indosat dan Telkomsel.

"Selain itu, konsumen Indonesia memiliki banyak cara untuk membayar dalam aplikasi di Google Play. Faktanya, Indonesia adalah salah satu negara pertama tempat Google Play melakukan uji coba sistem bagi pengguna untuk memilih antara sistem penagihannya dan sistem penagihan alternatif pilihan pengembang," terang Kunal.

4. Tegaskan Sediakan Alternatif Pembayaran

Setelah menjelaskan hal tersebut, Kunal kemudian menjelaskan beberapa poin terhadap isu yang ada. Pertama, ia mengatakan sistem penagihan Google Play memungkinkan pengembang Indonesia untuk bertransaksi secara aman dan lancar dengan pengguna di lebih dari 190 negara di seluruh dunia.

Ia menuturkan Google Play bekerja sama dengan berbagai penyedia layanan pemrosesan pembayaran untuk memungkinkan konsumen membeli aplikasi dan konten digital. Salah satunya termasuk melalui e-Wallet lokal seperti Dana dan GoPay, serta operator telekomunikasi seperti Indosat dan Telkomsel.

"Selain itu, konsumen Indonesia memiliki banyak cara untuk membayar dalam aplikasi di Google Play. Faktanya, Indonesia adalah salah satu negara pertama tempat Google Play melakukan uji coba sistem bagi pengguna untuk memilih antara sistem penagihannya dan sistem penagihan alternatif pilihan pengembang," terang Kunal.

Kedua, Kunal mengklaim bahwa biaya layanan Google Play adalah yang terendah di antara platform distribusi aplikasi besar lainnya. Sebagian dari biaya layanan yang dikenakan pada transaksi barang atau jasa digital dalam aplikasi di Google Play digunakan untuk mendanai pengembangan Android dan Google Play.

Model tersebut dinilainya masuk akal dan bijaksana. Google hanya menerima penghasilan ketika pengembang sukses menjual produk mereka. Dengan demikian, kepentingan Google disebut Kunal selaras dengan pengembang, perusahaan pun juga memiliki insentif kuat untuk terus berinvestasi dalam platform guna memudahkan monetisasi aplikasi.

"Sekitar 97% pengembang tidak perlu membayar biaya layanan apa pun. Bagi yang dikenakan biaya layanan, 99% memenuhi syarat untuk biaya layanan 15% atau kurang. Selama ini, biaya kami terus turun seiring waktu, bahkan ketika manfaat yang kami berikan kepada pengembang meningkat," tuturnya.

Ketiga, Google terus berupaya memberikan dukungan keamanan digital bagi pengembang. Pada 2023, perusahaan sudah mencegah 2,28 juta aplikasi pelanggar kebijakan di Google Play. Google Play Protect pun memindai miliaran aplikasi setiap hari di miliaran perangkat Android untuk menjaga keamanan pengguna dari ancaman seperti malware dan software yang tidak diinginkan baik aplikasi diunduh dari Google Play atau lainnya.

Keempat, Google Play terus mengeluarkan investasi besar untuk mendukung para pengembang. Setelah aplikasi terpasang, perusahaan bahkan memfasilitasi pembaruan aplikasi secara berkala. Pemberdayaaan juga dilakukan bagi developer aplikasi dan game lokal lewat Google Play Academy Study Jam dan program Google Play-Unity Game Developer Training.

"Kami juga menyediakan koleksi khusus "Made in Indonesia" di Google Play, mendukung mereka untuk membangun bisnis yang sukses," tegasnya.

Adapun untuk poin kelima, Kunal mengatakan perangkat Android di Indonesia secara bawaaan sudah dilengkapi dua atau lebih platform distribusi aplikasi. Jika mau, pengguna dapat menginstal platform distribusi aplikasi lain. Para pengembang juga dapat mendistribusikan aplikasi langsung dari situs web pribadi ke pengguna Android tanpa melalui platform distribusi aplikasi melalui proses yang disebut sideloading.

Menurut Kunal, Android dan Google Play memberi banyak pilihan dan keterbukaan dibandingkan platform distribusi aplikasi besar lainnya. Google Play pun menjadi model yang baik bagi developer dan konsumen Indonesia.

"Kami akan terus berusaha mewujudkan platform yang memungkinkan kami melindungi keamanan pengguna, bermitra dengan pengembang untuk mengembangkan bisnis mereka, dan menjaga ekosistem Android tetap sehat dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia," jelas dia.

(kil/kil)

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Tekno 


 Postingan Lainnya 

Opsi Media Informasi Group

Baca Juga (Konten ini Otomatis dan tidak dikelola oleh kami)