Jika Tak Dikembalikan Ke Pemerintah, Gabungan Frekwensi XL Smart Mencapai 152 Mhz Melebihi Indosat - Selular ID
Jika Tak Dikembalikan Ke Pemerintah, Gabungan Frekwensi XL Smart Mencapai 152 Mhz Melebihi Indosat - Selular
Selular.ID – Setelah melalui proses due diligence, XL Axiata dan Smartfren, akhirnya resmi bergabung. Kesepakatan merger diumumkan langsung oleh kedua perusahaan di Jakarta (11/12/2024).
Dengan valuasi mencapai Rp 104 triliun, proses penggabungan operator baru bernama XL Smart itu, tinggal menunggu persetujuan dari otoritas terkait, seperti Kementerian Komdigi dan OJK(Otoritas Jasa Keuangan) dan pemegang saham.
Sebelumnya, Axiata Group yang menguasai 66% saham di XL Axiata telah menandatangani perjanjian tidak mengikat dengan konglomerat Indonesia Sinar Mas Group pada Rabu (15/5/2024) untuk penggabungan dengan Smartfren Telecom.
Kini dengan penggabungan itu, jumlah operator selular di Indonesia terus menyusut, menjadi hanya tiga operator. Dua operator lainnya adalah Telkomsel dan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH).
Penggabungan kedua operator akan memungkinkan XL Smart untuk mencapai skala ekonomi dari proses yang disederhanakan dan pengeluaran modal yang dioptimalkan.
Merger juga mengurangi biaya operasional dengan menghilangkan duplikasi BTS dan berbagi sumber daya pemasaran atau administrasi.
Sejatinya, rencana merger XL Axiata dan Smartfren telah terdengar cukup lama. Namun untuk mencapai kata sepakat, diperlukan waktu dan proses.
Pasalnya, sebagai aksi korporasi, ada banyak aspek yang perlu dipertimbangkan untuk melakukan penggabungan usaha.
Di antaranya adalah nilai saham, kinerja perusahaan, teknologi, pasar modal, kepentingan investor, penguasaan spektrum, aset fisik, sumber daya manusia, dan lain sebagainya.
Dalam hal penguasaan spectrum frekwensi misalnya, merger operator selular menjadi sangat unik. Pasalnya, merger pada perusahaan konvensional tidak melibatkan spectrum.
Sebagai sumber daya terbatas, kepemilikan spectrum bagi operator selular tidak hanya sekedar aset non fisik, namun menjadi bagian dari “competitive advantage”.
Mirip dengan ‘kavling’ usaha, siapa yang menguasai spectrum terbanyak, maka dia berpeluang untuk menjaring pelanggan lebih besar dibandingkan para pesaingnya.
Dengan memiliki lebih banyak spektrum, operator selular dapat memberikan layanan yang lebih optimal para pelanggan.
Khususnya dalam bentuk peningkatan kecepatan broadband yang saat ini sangat krusial, sejalan dengan meningkatnya jumlah pelanggan mobile internet.
Alhasil, tak dapat ditampik, merger antar operator, utamanya juga didasari oleh peluang untuk menggandakan penguasaan frekwensi.
Dengan penguasaan frekwensi yang bisa melebihi pesaing, operator dapat meningkatkan competitive advantage dalam industri telekomunikasi yang persaingannya sangat tajam.
Nah, melalui penggabungan itu, XL Smart akan memiliki 34% dari keseluruhan spektrum di Indonesia.
Kondisi itu mempersempit kesenjangan dengan pesaing yang lebih besar, Telkomsel dan Indosat, yang secara kolektif memegang 66% hak penguasaan spektrum dari pemerintah.
Kepemilikan spektrum yang lebih besar memungkinkan XL Smart dapat “bersaing lebih efektif” melawan kedua pesaingnya, Telkomsel dan IOH.
Sebagian Frekwensi Dikembalikan Ke Pemerintah
Namun, sesuai dengan peraturan perundangan, entitas yang digabungkan perlu menyerahkan sebagian kepemilikan spektrumnya kembali ke regulator.
Hal itu sesuai dengan UU Telekomunikasi 1999, karena spektrum bukanlah hak milik melainkan hak pakai. Sehingga wajib dikembalikan ke pemerintah, jika operator bangkrut atau melakukan merger/akuisisi.
Contoh pengembalian sebagian frekwensi tercermin dalam proses merger XL dengan Axis pada 2013. Saat itu, sebagai salah satu syarat merger, XL harus mengembalikan frekwensi seluas 10 Mhz di di spektrum 2.100 MHz (3G).
Sejatinya, untuk mempercepat konsolidasi antar operator, sesuai dengan aturan UU Cipta Kerja, spektrum frekwensi kini tidak harus dikembalikan bagi operator yang melakukan merger.
Hal itulah yang dimanfaatkan dalam proses merger antara Indosat Ooredoo dengan Tri Hutchison yang tuntas dilakukan kedua operator pada awal 2022.
Meski demikian, Kominfo menilai untuk keseimbangan industri terutama dalam menjaga level playing field, IOH tetap harus mengembalikan sebagaian spectrum yang dimiliki sebelumnya.
Seperti merger XL dan Axis, IOH juga wajib mengembalikan pita frekuensi 2,1 Ghz selebar 10 Mhz kepada pemerintah. Proses pengembalian dilakukan dalam waktu 1 tahun.
Saat ini sebagai operator selular terbesar di Indonesia, Telkomsel memiliki jumlah spectrum terbanyak.
Anak perusahaan PT Telkom dan Singtel itu, total menguasai 160 Mhz di berbagai jenis frekwensi, seperti 900 Mhz, 1.800 Mhz, 2.100 Mhz, dan 2.300 Mhz.
Peringkat kedua diduduki oleh Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), dengan penguasaan frekwensi selebar 140 Mhz.
Setelah Telkomsel dan IOH, penguasaan frekwensi ketiga dan keempat adalah XL Axiata dan Smartfren, masing-masing selebar 90 Mhz dan 62 Mhz.
Otomatis penggabungan kedua operator menjadi XL Smart, mendorong penguasaan spectrum frekwensi hampir menyamai Telkomsel, yaitu total 152 Mhz.
Tentu ini merupakan keuntungan karena peluang monentisasi sangat besar. Pasalnya, jumlah pelanggan kedua operator itu jika digabungkan masih di bawah Telkomsel.
Dalam catatan Selular, pada akhir 2023 jumlah pelanggan XL Axiata mencapai 57,5 juta. Sedangkan Smartfren pada semester pertama 2023, mencatat total jumlah pelanggan sebanyak 34,7 juta.
Sehingga jika digabungkan, operator baru baru hasil merger Smartfren dan XL Axiata baru sebanyak 92,2 juta pelanggan.
Jumlah itu masih di bawah IOH dan Telkomsel. Kedua operator itu pada akhir 2023, tercatat memiliki 98,9 juta dan 151,8 juta pelanggan.
Baca Juga: Merger XL Axiata dan Smartfren, Pengamat: Frekuensi Jangan Berlebih
XL Axiata dan Smartfren Ingin Pertahankan Frekwensi
Di sisi lain, Smartfren dan XL berharap agar bisa mempertahankan hak penggunaan frekwensi yang saat ini mereka miliki setelah merger menjadi XL Smart.
Presiden Direktur dan CEO XL Axiata, Dian Siswarini mengatakan akan mengoptimalkan pita frekwensi yang sudah ada setelah merger menjadi XL Smart.
“Frekuensi tentu menjadi kebijakan dari pemerintah dalam hal ini Komdigi (Kementerian Komunikasi dan Digital), tetapi harapan kami tentu bisa mempertahankan dan mengoptimalkan yang sudah ada,” ungkapnya.
Hal senada juga Presiden Direktur PT Smartfren Telecom Tbk Merza Fachys katakan. Dia mengatakan bahwa XL dan Smartfren telah mengirim surat tentang keputusan merger menjadi XLSmart untuk Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid.
“Pada prinsipnya kami dan kawan-kawan dari XL secara bersama-sama memasukkan surat tersebut tepat pada hari setelah perjanjian tersebut ditandatangani. Kami harapkan mudah-mudahan dalam perjanjian ini tidak memakan waktu yang panjang,” katanya, Kamis (12/12/2024).
Dalam surat tersebut, Smartfren dan XL menyampaikan beberapa hal untuk dievaluasi termasuk hak penggunaan frekuensi.
“Prinsip dari evaluasi spektrum adalah kita sampaikan bahwa kita harapkan spektrum ini, tentu saja kita ingin diutilisasi, dalam pemakaian berikutnya kira-kira kita akan menggunakannya sudah cukup optimal,” kata Merza.
Baca Juga: Direksi XLSmart Bakal Segera Diumumkan, Nama Lama Bertahan?
Komentar
Posting Komentar