OJK Terima 2.688 Laporan Kasus Penipuan dengan Modus Ambil Alih Akun | tempo
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima 2.688 aduan kasus penipuan selama periode Januari 2024 hingga Januari 2025.
"Aduan itu yang berkaitan dengan masalah eksternal cloud di sektor keuangan. Ini dalam waktu setahun," ujar Deputi Direktur Pelayanan Konsumen dan Pemeriksaan Pengaduan Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Arwan Hasibuan di Lavva Plaza Senayan, Jakarta, Rabu, 5 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arwan mengatakan, modus penipuan yang paling banyak digunakan adalah account take over (ATO). ATO sendiri merupakan kejahatan siber yang dilakukan dengan mengambil alih akun pengguna secara tidak sah. Pelaku kejahatan ini akan menggunakan kata sandi dan nama pengguna yang dicuri untuk mengakses akun korban. Arwan menyebut hal ini terjadi karena lemahnya sistem keamanan digital yang dimiliki oleh masing-masing penyedia jasa keuangan.
Padahal, kata dia, pemerintah dalam hal ini OJK telah membuat sejumlah aturan dan regulasi manajemen resiko yang tertuang dalam aturan Nomor 11 tahun 2022 tentang Penggunaan Teknologi Informasi oleh Jasa Keuangan. Baik untuk perbankan maupun non-bank. Tak hanya itu, aturan itu juga diperkuat dengan penerbitan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Melalui aturan tersebut, OJK mewajibkan penyedia jasa keuangan untuk memiliki fitur keamanan dan perlindungan data konsumen.
"Kami telah mewajibkan dalam melaksanakan usaha, pelaku usaha dan sektor keuangan mereka wajib memastikan keamanan sistem informasi dan ketahanan siber untuk perlindungan konsumen," ucap Arwan.
Lebih lanjut, Arwan mengajak para penyelenggara inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK) untuk melakukan inovasi yang bisa meningkatkan keamanan data konsumen. Salah satunya melalui transformasi teknologi autentifikasi dan pengambilalihan akun atau Account Take Over.
Ke depan, Arwan menginginkan agar kunci pengamanan akun tidak hanya berupa password angka seperti One-Time Password (OTP) lagi, tapi bisa merambah menggunakan metode biometrik, yakni teknologi yang menggunakan karakteristik fisik atau perilaku unik untuk mengidentifikasi dan memverifikasi identitas seseorang.
"Teknologi akuitansi autentifikasi modern seperti biometrik dan multifactor authentication memiliki bentuk yang penting dalam menciptakan keamanan digital yang berkelanjutan dan ramah," kata dia.
Tak hanya soal teknologi pengamanan digital, menurut Arwan, rendahnya literasi digital juga membuat kasus penipuan online semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan riset OJK tentang inklusi keuangan pada 2023, indeks literasi digital nasional masyarakat hanya 65,43 persen. "Ini yang menjadi tantangan buat kita nanti dalam pendidikan masyarakat, agar terhindar dari fraud (penipuan)," ujarnya.
Pilihan Editor: OJK Paparkan Perkembangan Terkini Aturan Wajib Asuransi Kendaraan Bermotor
Komentar
Posting Komentar