Kecerdasan Buatan
Peneliti BRIN Ungkap Potensi Penggunaan AI untuk Pengendalian Malaria di Indonesia
Muhammad Syahrul Ramadhan - 07 Mei 2025 20:13 WIB
Peneliti

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN, Puji Budi Setia
Jakarta: Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN, Puji Budi Setia menyebut kecerdasan buatan (AI) bisa dikembangkan untuk pengendalian malaria di Indonesia. Ini bisa diwujudkan dengan menggabungkan AI dan teknologi lain.
Saat ini Pusat Riset Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber (PRKAKS) BRIN tengah mengembangkan sistem AI untuk deteksi malaria. Dengan sistem AI ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi diagnosis malaria.
Pengembangan diagnosis malaria ini berbasis algoritma Plasmodium. “Tantangannya sangat besar karena belum ada standarisasi pewarnaan yang tepat untuk gambar yang akan dianalisis, dan saat ini pengembangannya juga ditambah dengan AI,” jelas Puji di Jakarta, Rabu, 7 Mei 2025.
Lebih lanjut puji menjelaskan potensi untuk pengendalian malaria di Indonesia dengan menggabungkan AI dan teknologi lain seperti drone. Hal ini untuk dapat membantu mencari tempat perindukan nyamuk malaria (Anopheles breeding sites).
Dengan demikian, secara entomology, puskesmas dapat melakukan sesuatu secepatnya, untuk mematikan larva nyamuk di tempat tersebut. “Penemuan sumber larva atau larva source management untuk Anopheles melalui AI sangat membantu program pengendalian malaria di Indonesia,” ucapnya.
Baca juga:Saat ini Pusat Riset Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber (PRKAKS) BRIN tengah mengembangkan sistem AI untuk deteksi malaria. Dengan sistem AI ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi diagnosis malaria.
Pengembangan diagnosis malaria ini berbasis algoritma Plasmodium. “Tantangannya sangat besar karena belum ada standarisasi pewarnaan yang tepat untuk gambar yang akan dianalisis, dan saat ini pengembangannya juga ditambah dengan AI,” jelas Puji di Jakarta, Rabu, 7 Mei 2025.
Lebih lanjut puji menjelaskan potensi untuk pengendalian malaria di Indonesia dengan menggabungkan AI dan teknologi lain seperti drone. Hal ini untuk dapat membantu mencari tempat perindukan nyamuk malaria (Anopheles breeding sites).
Dengan demikian, secara entomology, puskesmas dapat melakukan sesuatu secepatnya, untuk mematikan larva nyamuk di tempat tersebut. “Penemuan sumber larva atau larva source management untuk Anopheles melalui AI sangat membantu program pengendalian malaria di Indonesia,” ucapnya.
Selain itu juga dari aspek vektor nyamuk, Puji menyebutkan bahwa pengembangan kecerdasan buatan (AI) diharapkan dapat membantu menentukan morfologi nyamuk apakah ini merupakan nyamuk penyebab malaria atau bukan. Selanjutnya, dapat dilakukan pemeriksaan di laboratorium basah (wet lab) untuk menentukan sebagai vektor malaria atau bukan.
Puji menerangkan bahwa riset malaria yang ada di BRIN, selain menghasilkan ilmu pengetahuan di bidang malaria, juga bertujuan untuk membantu percepatan eliminasi malaria di Indonesia, yang telah dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan untuk tahun 2030. Selama ini, peneliti BRIN selain kerjasama internal antar Pusat Riset, juga bekerjasama dengan Universitas dalam dan luar negeri, WHO, UNICEF, Tim Kerja Malaria Kementerian Kesehatan dan instansi terkait di bawahnya seperti Dinas Kesehatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(RUL)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar