Doomscrolling: Kebiasaan Mengikuti Informasi Negatif Terus-Menerus - RRI
Doomscrolling: Kebiasaan Mengikuti Informasi Negatif Terus-Menerus
KBRN, Jayapura: Doomscrolling, adalah istilah yang semakin populer dalam beberapa tahun terakhir. Istilah ini menggambarkan kebiasaan menggeser layar terus-menerus untuk mencari informasi negatif, terutama di media sosial.
Melansir cnbc.com, fenomena ini muncul karena sifat alami manusia yang cenderung mencari ancaman untuk merasa aman. Namun di era digital, mekanisme tersebut justru berbalik menjadi pemicu stres.
Ketika berita buruk terus bermunculan, otak sulit berhenti menelusuri, seolah berharap menemukan kepastian atau akhir dari kecemasan. Kebiasaan ini tidak hanya berdampak pada kesehatan mental, tetapi juga memengaruhi kondisi fisik.
Paparan berkepanjangan terhadap konten negatif, dapat meningkatkan kadar hormon stres seperti kortisol. Akibatnya, membuat seseorang lebih mudah lelah, sulit tidur, hingga mengalami kecemasan berlebih.
Banyak orang awalnya hanya ingin 'sekadar cek berita.' Namun, tanpa sadar mereka menghabiskan berjam-jam tenggelam dalam banjir informasi yang tidak membawa manfaat bagi kesejahteraan.
Media sosial dan platform berita, turut berperan memperkuat pola doomscrolling. Algoritma didesain, untuk menampilkan konten yang memicu emosi kuat, baik keterkejutan, kemarahan, maupun ketakutan.
Hal ini bertujuan, agar pengguna tetap aktif dan bertahan lebih lama menggunakan platform secara terus-menerus. Ketika pengguna bereaksi terhadap berita negatif, sistem membacanya sebagai minat lalu menampilkan konten serupa lebih banyak secara otomatis.
Alhasil, lingkaran informasi yang muncul semakin berat dan penuh konten yang memengaruhi pikiran. Kondisi ini, membuat pengguna sulit melepaskan diri dari arus informasi yang terus mengalir.
Meski begitu, doomscrolling bukan sesuatu yang tidak dapat dikendalikan. Membatasi waktu layar, memilih berita kredibel, serta mengatur jeda konsumsi informasi, adalah beberapa langkah yang dapat meminimalkan efeknya.
Selain itu, mengganti kebiasaan malam hari adalah waktu yang paling sering menjadi momentum doomscrolling. Tentu dengan aktivitas relaksasi atau membaca buku, bisa membantu otak beristirahat dari paparan negatif.
Istilah doomscrolling mengingatkan kita bahwa teknologi bermanfaat, tetapi juga dapat mempengaruhi kesehatan mental bila tidak digunakan dengan bijak. Dengan memahami cara kerja kebiasaan ini, kita bisa belajar membangun hubungan yang lebih sehat dengan informasi digital.
Pada akhirnya, yang terpenting adalah menjaga keseimbangan. Yakni tetap terinformasi, tetapi tidak hanyut dalam guliran tanpa akhir.