RRI.co.id - Pakar Soroti Minimnya Langkah Transisi Energi Baruq Terbarukan

KBRN, Jakarta: Pakar lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Chandra Wahyu Purnomo, menegaskan pentingnya komitmen semua pihak untuk segera beralih dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) guna mengatasi krisis iklim dan pemanasan global. Dalam perbincangan bersama Pro 3 RRI, Rabu (23/4/2025), ia menyebut rendahnya kesadaran lingkungan masih menjadi tantangan besar dalam mendorong transisi energi nasional.
“Kalau tidak ada kepedulian yang kuat, kita tidak bisa beralih. Karena semua hanya melihat dari sisi ekonominya saja,” ujarnya.
Chandra menyoroti energi fosil seperti minyak bumi dan batubara masih mendominasi karena dianggap murah, tanpa mempertimbangkan dampak lingkungannya. Ia juga menilai bahwa biaya pengembangan EBT memang tinggi, namun Indonesia bisa belajar dari negara-negara Eropa yang lebih maju dalam penggunaan energi terbarukan dibanding Tiongkok dan Amerika Serikat.
"Eropa lebih peduli terhadap isu emisi dan polusi yang dihasilkan energi fosil," ujarnya. Ia juga mengapresiasi komitmen Indonesia untuk menghapus penggunaan batubara pada tahun 2060.
Namun, ia menilai langkah-langkah yang diambil sejauh ini masih minim, lantaran fokus anggaran terlalu bertumpu pada pertimbangan ekonomi semata. “Langkah konkret belum terlihat signifikan,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyatakan transisi energi merupakan prioritas dalam kabinet Presiden Prabowo Subianto. Fokus pemerintah saat ini mencakup ketahanan energi, hilirisasi mineral, penerapan biodiesel 40%, dan penyediaan gas untuk industri dalam negeri.
Dadan menambahkan, Indonesia berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca di sektor energi sebesar 147,61 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2024, melebihi target 142 juta ton. “Kita masih on the track dalam pengurangan emisi,” ujarnya, seperti dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Rabu (23/4/2025).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar